BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam
pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat bagi kaum
Muslim. Namun, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, maka
hakikat masjid adalah tempat untuk melakukan segala aktivitas yang mengandung
kepatuhan kepada Allah swt semata. Oleh karena itu, di dalam Al-quran di
tegaskan :
“sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah milik Allah, janganlah kamu menembah seseorang pun di
dalamnya selain Allah” ( al-jin:18).
Rasulullah
juga bersabda :
“ telah di jadikan
untukku ( dan untuk umat ku ) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri.”( HR. Bukhari dan
Muslim, melalui Jabir bin Abdullah)
Jika
dikaitkan dengan bumi ini, masjid bukan hanya sekedar tempat sujud dan sarana
penyucian. Tetapi masjid juga berarti tempat untuk melakukan segala aktivitas
manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah. Masjid merupakan bangunan
yang didirikan dengan fungsi utama memfasilitasi pelaksanaan shalat. Di dalam
Al-quran, kita dapat hayati ayat yang berkaitan dengan hal ini, di antaranya :
“ janganlah kamu
sembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan
atas dasar taqwa ( masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu
bersembahyang di dalamnya. Didalamnya adalah orang-orang yang ingin
membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” ( at taubah:
108)
“ussisa
‘alat takwa” ( didirikan atas takwa) bermakna masjid yang didirikan dengan niat
untuk bertakwa dan taat kepada Allah dan Rasulnya, bukan dasar yang lain
Memakmurkan
masjid merupakan salah satu bentuk
taqarrub ( upaya mendekatkan diri)
kepada Allah yang paling utama. Rasulullah saw bersabda, “barang
siapa membangun untuk Allah sebuah masjid, meskipun hanya sebesar sarang
burung, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga.” ( HR.
Bukhari )
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan di atas, maka menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. apa
manajemen kemasjidan itu ?
2. apa
saja ruang lingkup atau cakupan manajemen kemasjidan ?
C. Tujuan
makalah
1. Agar
mengetahui tentang pengertian manajemen dan kemasjidan
2. Agar
mengetahui apa saja ruang lingkup manajemen kemasjidan.
D. Manfaat
Makalah
1. Agar
mengetahui mengenai manajemen kemasjidan
2. Dengan
mempelajari manajemen kemasjidan kita dapat mengetahui bagaimana realita atau
masalah masjid saat sekarang ini
3. Sebagai
pengetahuan untuk merubah sistem manajemen masjid untuk kedepan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Manajemen kemasjidan berasal dari
dua kata, yaitu manajemen dan masjid.[1]
Manajemen secara etimologis berasal dari bahasa inggris, management yang
artinya ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengolahan.
Sedangkan secara terminologi
terdapat banyak defenisi yang di kemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah
“ the proses of planning, organizing, leading, and
controlling the work of organization members and of using all availabel
organization resources to reach stated organizational goals”.
( sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengaturan terhadap para anggota organisasi serta penggunaan
seluruh sumber-sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang
telah ditetapkan). [2]
Sedangkan
Kata masjid di ulang sebanyak 28 kali di dalam Al-quran. Dari segi bahasa, kata
tersebut diambil dari akar kata sajada-sujudun, yang berarti patuh, taat, serta
tunduk dengan penuh hormat.[3] Masjid sering disebut Baitullah
(rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada
Allah. Pada waktu hijrah dari Mekah ke Madinah ditemani shahabat beliau, Abu
Bakar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati daerah Quba di sana
beliau mendirikan Masjid pertama sejak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba (QS
9:108, At Taubah). Setelah di Madinah Rasulullah juga mendirikan Masjid, tempat
umat Islam melaksanakan shalat berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial
lainnya.[4]
Meletakkan
dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke tanah yang kemudian di namai sujud oleh
syariat adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna – makna di atas.
Itulah sebabnya mengapa bangunan yang khusus di gunakan untuk melaksanakan
shalat dinamakan masjid, yang artinya “ tempat bersujud”.
Jadi
manajemen kemasjidan adalah suatu proses mengatur, mengelola masjid dengan
baik.
B. Ruang
Lingkup Manajemen Kemasjidan
a. Eksistensi
Masjid
Dewasa
ini umat islam terus-menerus mengupayakan pembangunan masjid. Bermunculan
masjid-masjid baru diberbagai tempat, disamping renovasi atas masjid- masjid
lama. Semangat mengupayakan pembangunan rumah-rumah Allah itu layak
dibanggakan.
Pada
zaman dahulu, mereka membangun masjid mulai dari pengurus sampai tukangnya
adalah para iltizam atau pribadi-pribadi yang memiliki komitmen dengan islam.
Kini menemukan dan menghimpun sejumlah manusia bertakwa semacam itu tampaknya
merupakan pekerjaan yang sulit. Maka kompromi dengan kondisi dan situasi
objektif zaman mesti diambil. Bahwa kemudian kita menyaksikan pengurus masjd
yang aktif ke masjid ketika masjid dibangun, itu resiko yang logis saja. Begitu
bentuk masjid berdiri, seakan-akan tanggung jawab juga selesai dan hanya
sesekali mengunjungi masjid. Semestinya, setelah masjid berdiri, masjidlah yang
membangun ummat. Jadi, terdapat hubungan timbal balik yang saling memaknai
antara keduanya. Pada mulanya ummat yang membangun masjid, selanjutnya mesjid
membangun umat.
Kekurangberdayaan
“masjid membina umat” terlihat nyata dimasjid yang tersebar di desa-desa.
Beberapa masjid malah Cuma berfungsi untuk shalat jum’at. Kenyataan
memprihatinkan itu terjadi antara lain karena :
ü Masjid
sebagai pelengkap, tidak sedikit masjid diadakan sekedar pelengkap dalam suatu
lingkungan, misalnya kantor, perusahaan, pasar. Disitu lazim dijumpai masjid
atau moshalla kecil dengan peralatan yang ala kadarnya. Mungkin sekedar
mengukuhkan legitimasi keislaman dilingkungan itu
ü Mubaligh
terbang, merupakan salah satu masalah dalam manajemen masjid itu, karena jika
mubalighnya mengadakang penerbangan maka siapa yang akan mengontrol para jamaahnya.
ü Mubaligh
kurang di kenal, biasanya mubalig ini populer di suatu tempat, namun belum
tentu dia dikenal oleh lingkungan di tempat tingggalnya.
b. Dinamika
Masjid
Keadaan
masjid mencerminkan keadaan umat islam. Makmur atau sepinya masjid sangat
bergantung pada mereka. Apabila mereka rajin beribadah ke masjid maka makmurlah
tempat ibadah itu. Tapi apabila mereka enggan dan malas maka sepilah tempat
ibadah itu. Dinamika sebuah masjid amat ditentukan oleh faktor objektif umat
islam disekitarnya. Umat yang dinamis akan menjadikan masjidnya dinamis.
Berbagai aktivitas dan kreativitas tentu
akan berlangsung di masjid. Sepeti :
ü Suara
azan, suara azan yang berkumandang dari masjid setiap waktu shalat akan
menggerakkan orang-orang beriman untuk menangguhkan segala kesibukan mereka dan
bergegas mendatangi masjid guna melaksanakan kewajiban shalat fardhu. Alunan
suara azan dari puncak menara menunjukan bahwa adanya dinamika pada tempat
ibadah itu. Dari sebuah masjid yang tidak memperdengarkan suara azan sudah
dipastikan bahwa ditempat ibadah itu tidak ada dinamika.
ü Shalat
berjamaah, banyaknya jamaah di dalam masjid untuk melaksanakan ibadah
menunjukkan masjid itu ramai dan makmur. Tanpa adanya kegiatan shalat berjamaah
shaf-shaf masjid bikan saja sepi akan tetapi juga merubah fungsinya sebagai
tempat tempat ibadah. Karena, shalat berjamaah ini harus di jagadan ditegakkan
di setiap masjid oleh setiap orang muslim disekitarnya.
ü Suara
ayat-ayat suci, suara ayat-ayat suci Al-quran yang senantiasa terdengar di
masjid merupakan salah satu ciri dinamika masjid.
c. Problematika
Masjid
Masjid
tidak luput dari berbagai problematika, baik menyangkut pengurus, kegiaatan,
maupun yang berkenaan dengan jamaah. Jika problematika ini berlarut-larut maka
bisa menghambat kemajuan dan kemakmuran masjid tersebut. Fungsi masjid menjadi
tidak berjalan sebagaimana mestinya,
sehingga masjid tidak berbeda dengan bangunan biasa.
ü Pengurus
tertutup, pengurus masjid dipilih oleh jamaah secara demokratis, pengurus
dengan corak kepemimpinannya yang tertutup biasanya tidak peduli terhadap
aspirasi jamaahnya. Mereka menganggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh
atas usul dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini cukup riskan
mengharapkan masjid yang maju dan makmur
sesuai dengan fungsinya.[5]
ü Jamaah
pasif, juga salah satu penghamat kemajuan dan kemakmuran masjid. Pembanguna
masjid akan sangat tersendat apabila jamaah enggan turun tangan, berkeberatan
mengeluarkan sebagian rezekinya untuk sumbangan masjid. Tanpa dukungan aktif
dari jamaah disekitar, tentu saja berlebihan mendambakan hasil yang berarti
dari masjid.
ü Kegiatan
kurang, memfungsikan masjid semata-mata sebagai tempat ibadah shalat jum’at
otomatis menisbikan inisiatif untuk menggelorakan kegiatan kegiatan lainnya.
Masjid hanya ramai sekali seminggu, maka dengan keadaan seperti ini maka masjid
akan sangat jauh dari yang namanya kemakmuran.
ü Tempat
wudhu yang kotor, akan membuat citra masjid akan menjadi negatif bagi masyarakat disekitar.
d. Mengatasi
Problematika masjid
Setiap
problematika yang terjadi dalam masjid perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan
kemampuan pengurus masjid. Ada beberapa cara mengatasinya :
ü Musyawarah,
pengurus masjis perlu melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan
berbagai maslah dapat di pecahkan dengan baik.
ü Keterbukaan,
menerapkan keterbukaan dalam mengelola masjid sama pentingnya dengan
musyawarah. Dengan keterbukaan akan menumbuhkan kepercayaan jamaah terhadap
pengurus, melainkan juga akan mendorong terlaksananya kegiatan dengan baik dan
hubungan kerja sama yang elok antara pengurus dan jamaah, baik dalam
melaksanakan berbagai kegiatan maupun dalam mengatasi berbagai problematika
masjid.
ü Kerja
sama, hubungan kerja sama antara pengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam
mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerja sama, masalah tetap tinggal
masalah. Syarat untuk memelihara keterbukaan adalah suasana demokratis dan
musyawarah.
e. Memelihara
Citra Masjid
Sebagai
baitullah, masjid merupakan tempat suci umat islam. Di tempat inilah umat islam
beribadah, mengjadap wajah kepada Allah swt.
Pemeliharaan
dan pelestrian citra masjid terpikul sepenuhnya di pundak umat islam. Baik sebagai pribadi maupun komunitas. Umat islam
harus menjaga citra masjid agar tidak buruk dan rusak dalam pandangan dan gangguan
pihak luar. Memelihara citra masjid tidak hanya dari segi bagunanny akan tetapi
juga menyangkut gairah kegiatannya. Dalam konteks ini, faktor penentunya tak
lain dari sumber daya manusia, yakni pengurus dan jamaah. Diantara citra masjid
yang harus dijaga adalah :
ü Akhlak
pengurus , setiap pengurus harus memiliki akhlak yang baik dan mulia. Sebagai
pribadi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan masjid, kualitas kepemimpinan
dan kemampuan managerial saja belum cukup. Pengurus yang berakhlak baik dan mulia
tentunya akan bertindak dan berbuat baik dan bermanfaat di masjid, sehingga
citra masjid juga menjadi baik.
ü Akhlak
jamaah, tidak hanya pengurus jamaah pun perlu memiliki akhlak yang baik dan
mulia. Merupakan kewajiban pengurus untuk senantiasa membina jamaahnya agar
memiliki akhlak yang terpuji. Kebaikan dan kemulian akhlak jamaah, secara
langsung akan berpengaruh terhadap citra masjid.
ü Kebersihan
masjid, kebersihan masjid harus senantiasa dipelihara oleh pengurus dan jamaah
masjid. Masjid yang bersih akan menjadikan suasana ibadah tenang dan khusuk.
Tapi apabila masjid dalam keadaan masjid kotor dan berbau tidak sedap, tentu
akan mengganggu ketenangan dan kekhusukan ibadah. Masjid yang kotor dan kurang
terawat tentu akan merusak citranya sendiri sebagai tempat suci dan tempat
ibadah.
ü Pelaksanaan
ibadah, pelaksanaan ibadah di masjid harus dengan aturan yang telah digariskan
dalam ajaran islam. Patron acuannya adalah Al-quran dan sunnah Rasulullah. Jika
ibadah di selenggarakan benar-benar sesuai tuntutan, pelaksanaannya tidak akan
semberawut dan kacau balau. Tetapi apabila prakteknya melenceng dari garis
ketentuan, maka pelaksanaan ibadah dimasjid menjadi acak-acakan. Shaf yang
lurus dan rapat, dengan imam yang tidak lupa menganjurkan adab shalat berjamaah,
maka akan menghasilkan shalat yang tertib dan khusyuk. Jadi. Semua pihak
berkewajiban memelihara tata tertib beribadah dalam masjid sesuai dengan
tuntunan ajaran islam.[6]
ü Memperhatikan
keindahan dan kenyamanan masjid,
keindahan yang dimaksud tidak identik dengan pameran seni namun lebih
sekedar untuk menggambarkan nuansa masjid yang kharismatik dan sesuai dengan
nilai dan aturan serta budaya islam yang fundamental.[7]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengelola
masjid pada saat sekarang ini memerlukan ilmu dan keterampilan manajemen,
pengurus dan jamaah masjid harus mampu menyesuaikan diri dengan riak
perkembangan zaman. Masjid merupakan bangunan yang didirikan dengan fungsi
utama untuk memfasilitasi pelaksanaan shalat.
Dengan
memakmurkan masjid merupakan salah satu bentuk taqarrub ( upaya mendekatkan
diri) kepada Allah swt yang paling utama. Rasulullah bersabda , barang siapa membangun untuk Allah sebuah
masjid, meskipun hanya sebesar sarang burung, maka Allah akan membangunkan
untuknya rumah di surga. ( HR. Bukhari )
Yang
menjadi ruang lingkup masjid adalah
eksistensi masjid di mata masyarakat, dinamika masjid dalam pembangunan
umat islam, problematika masji yang terjadi saat sekarang ini, serta cara
memecahkan masalah atau problema yang ada, dan memelihara citra masjid. Agar di
masjid menjadi indah dan berguna di mata masyarakat di sekitarnya. Jadi yang
menjadi tujuan masjid adalah:
1. Pembinaan pribadi muslim menjadi umat yang benar-benar
mukmin.
2. Pembinaan manusia mukmin yang cinta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sabda Rasulullah s.a.w : “Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga ke
liang lahat“.
3. Pembinaan muslimah masjid menjadi mar’atun shalihatun.
Sabda Rasulullah s.a.w : “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik
perhiasan adalah awnita yang saleh“.
4. Pembinaan remaja atau pemuda masjid menjadi mukmin yang
selalu mendekatkan diri kepada Allah s.w.t
5. Membina umat yang giat bekerja, tekun, rajin dan disiplin
yang memiliki sifat sabar, syukur, jihad dan takwa.
6. Membangun masyarakat yang memiliki sifat kasih sayang,
masyarakat marhamah, masyarakat bertakwa dan masyarakat yang memupuk rasa
persamaan.
7. Membangun masyarakat yang tahu dan melaksanakan kewajiban
sebagaimana mestinya, masyarakat yang bersedia mengorbankan tenaga dan pikiran
untuk membangun kehidupan yang diridhai Allah s.w.t
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qaradhawi,
Yusuf Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta:
Gema Insani Press. 2000
Budiman
Mustafa, Manajemen Kemasjidan cetakan
kedua, Surakarta : Ziyad Visi Media,
2008
M.
Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah,
Jakarta : Kencana, 2006
Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press. 1996
http://hilmansyah-manajemen.blogspot.com/2011/01/kumpulan-makalah-manajemen-masjid.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar