OTORITAS
HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM; DALIL KEHUJJAHAN HADIST, PERDEBATAN SEPUTAR
KEHUJJAHAN HADIST, HUBUNGAN DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN
Oleh
Kelompok I :
SAHRIANDI (430805430)
NURUL HUDA (430905769)
NANDA
AHMADI (430805435)
A.
DALIL
KEHUJJAHAN HADIST
Ada
beberapa dalil yang menunjukan atas kehujjahan hadist dijadikan sebagai sumber
hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Dalil
Al-Qur’an.
Banyak sekali ayat-ayat
Al-Qur’an yang yang memerintahkan untuk patuh kepada rasul dan mengikuti sunnahnya.
Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunnah sebagai hujjah, diantaranya
adalah:
a. Surah
An-Nisa’:136
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya
..............................”
b.
Surah
Ali-Imran: 32
c. Surah
At-Taghaabun: 12
Artinya: “Dan taatlah
kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban
Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Beberapa ayat diatas menunjukan bahwa kita
diperintahkan untuk ta’at kepada Allah dan mengikuti Rasulnya. Manusia tidak
mungkin bisa mengikuti jejak Rasul tanpa mengetahui sunnahnya.
2. Dalil
hadis.
Hadis yang dijadikan
sebagai hujjah juga sangat banyak sekali, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. “Aku tinggalkan pada
kalain dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu kitab Alllah dan sunnahku.”
(HR.
Al-Hakim dan Malik)
b. Saat
Rasulullah SAW hendak mengutus Mu’az bin jabal untuk menjadi penguasa di Yaman,
terlebih dahulu dia diajak dialog oleh Rasulullah SAW:
Rasull bertanya: “Bagaimana kamu menetapkan hukum bila dihadapkan kepadamu sesuatu yang
memerlukan penetapan hukum?”
Mu’az menjawab: “Saya akan menetapkan dengan kitab Allah SWT,” lalu Rasull bertanya: “Seandainya
kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah?”
Mu’az menjawab: “Dengan sunnah Rasulullah,”
Rasull bertanya lagi: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam
kitab Allah juga dalam sunnah Rasulullah?”
Mu’az menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri.” Maka
Rasulullah menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya mengatakan “Segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan urusan seorang Rasull dengan
sesuatu yang Rasull kehendaki.” (HR. Abu Daud dan Al-Tarmidzi)
c. “Wajib bagi sekalian
berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafa ar-sasyidin (khalifah yang
mendapat petunjuk), berpagang tegulah kamu sekalian denganya.” (HR.
Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadist-hadist
diatas menjelaskan kepada kita bahwa seseorang tidak akan tersesat selamanya
apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Orang yang tidak berpegang teguh akan keduanya berarti tergolong kepada orang
yang sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan diperintah Allah,
dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada zat yang memerintahkan
kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.
B.
PERDEBATAN
SEPUTAR KEHUJJAHAN HADIST.
1.
Gerakan
Ingkar Sunnah
Dewasa
ini banyak orang atau golongan yang bermunculan yang berupaya mendasari sumber
ajaran Islam itu semata-mata hanya kepada Al-qur’an. Sedangkan untuk sunnah/
hadist mereka tidak menempatkanya sebagai sumber ajaran agama Islam. Karena
menurut mereka sunnah baru ada setelah 200 tahun sesudah Nabi wafat.
Orang-orang
atau golongan ini terkenal dengan istilah ingkar sunnah, yaitu suatu paham yang
timbul dari sebagian kecil kaum muslimin. Secara umum mereka melakukan ini
hanya untuk mencari kepopuleran dalam masyarakat Islam.
Aliran-aliran
ingkar sunnah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Ingkar
sunnah mutlaq, yaitu mengingkari sunnah secara seluruhnya.
b. Ingkar
sunnah Ba’dh As-sunnah, yaitu mengingkari sebagian dari sunnah.
c. Ingkar
sunnah Bigharit Tariqi, yaitu mengingkari sunnah yang sanadnya tidak memenuhi
dengan syarat-syarat yang mereka gariskan.
Pada
umumnya alasan-alasan para pengingkar sunnah adalah sebagai berikut:
a. Menurut
mereka, tugas Rasul adalah menyampaikan isi kandungan Al-qur’an/ wahyu dari
Allah SWT yang telah diturunkan kepadanya, bukan menerangkan ayat-ayat
Al-qur’an yang akan menimbulkan hukum-hukum baru.
b. Menurut
mereka Al-qur’an adalah firman yang telah lengkap isinya dan tidak diragukan
lagi kandunganya, yang juga terdapat keterangan ayat yang kurang jelas, maka
tidak dibutuhkan lagi sunnah untuk memperjelasnya.
Ditambah lagi, mereka
menjadikan ayat-ayat berikut sebagai alasan keingkaran terhadap sunnah:
-
“..............Allah telah membuat suatu janji yang
benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah ?” (QS. An-Nisa’: 122)
-
“...............Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.”(QS. Al-A’am: 38)
-
“...................Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS. An-Nahl: 89)
Dr.
Ahmad Zaki dalam bukunya “Tsaurah Al Islam” mengatakan bahwa, hadist itu adalah
suatu kedustaan, terutama bagi perawi-perawinya. Karena hadist itu adalah hal
yang dibuat-buat oleh manusia setelah 200 tahun kematian Nabi.
Ahmad Dien adalah
seorang guru disekolah Islam Amritsan, dia memiliki pemikiran yang sangat
cemerlang dalam mengkaji agama. Namun, ia hanya merujuk pada Al-qur’an semata
sebagai satu-satunya dasar ajaran agama
Islam. Baginya hadist bukanlah hujjah dalam agama, karna itu umat tidak boleh
berpegang pada sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam.
Sedangkan menurut Ahmad
khan, salah satu ahli Qur’an, menyatakan bahwa para ulama sangat ceroboh dan
salah dalam penyaringan terhadap sanad dan matan hadist. Hadist yang dapat
dijadikan sebagi hujjah adalah hadist yang diriwayatkan secara mutawatir, yang
harus ada kesaksian bahwa kata-kata dalam riwayat yang mengandung kebenaran dan
kepastian dari Rasull. Selain hadist yang dapat memenuhi syarat tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai hujjah.
2.
Pembelaan
Terhadap Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
Menurut Imam malik ibn
Anas, Al-qur’an itu adalah pokok hukum syari’at, pegangan umat Islam yang
secara rinci menerima penjelasan dari sunnah. Al-qur’an menjelaskan syar’i
secara kulit, sedangkan sunnah menjelaskan hukum-hukumnya secara terperinci.
Kita memerlukan sunnah bukan karena dia adalah sebagi sumber hukum kedua, tapi
karena dia menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an yang mujmal.
Imam Syafi’i memandang
Al-qur’an dan sunnah berada dalam satu martabat, bahkan baginya hanya
keduanyalah yang menjadi sumber hukum Islam. Ia dengan tegas membantah kaum
khawarij yang menolak kehujjahan sunnah. Sedangkan pandanganya terhadap hadist
ahad, ia menyatakan bahwa hadist ini tidak bisa dijadikan hujjah.
Menurut Imam Hambali,
barang siapa menolak hadist maka ia itu telah berada diatas jurang kehancuran.
Ia mengatakan lagi bahwa:
-
Rasulullah SAW adalah
penafsir Al-qur’an, tidak boleh seorangpun menafsirkan Al-qur’an tanpa sunnah
rasulullah SAW.
-
Tafsir sahabat harus
kita terima dalam menafsirkan Al-quran apabila tidak menemukan dalam sunnah,
karena sahabat lebih memahami sunnah Nabi terutama tentang nuzulul Qur’an dan
penjelasanya.
C.
HUBUNGAN
DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN.
Al-qur’an
dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara
yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an sebagai sumber
ajaran utama yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum. Oleh karena itu,
kehadiran hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi Al-qur’an tersebut. Sesuai firman Allah SWT:
Artinya:
“Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl:44)
Allah SWT menurunkan Al-qur’an agar dapat dipahami
oleh manusia, maka Rasul di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan
cara-cara melaksanakan ajaranya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Penjelasan
atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam,
diantaranya:
Abdul Halim
Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah Fi Makanatiha Wa Fi Tarikhiha menulis bahwa sunnah
mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan
pembinaan hukum syara’. Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa, dalam kaitannya
dengan Al-Qur’an, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak di perselisihkan, yaitu sebagai
bayan Ta’kid dan bayan Tafsir.
Imam malik bin Annas, menyebutkan ada lima macam
fungsi hadist terhadapm Al-qur’an, yaitu: Bayan Al-Taqrir, Bayan Al-Tafsir, Bayan
Al-Tafshil, Bayan Al-Ba’ts, Bayan Al-Tasyri’. Sedangkan imam Syafi’i
menyebutkan ada lima fungsi yaitu: Bayan Al-Tafshil, Bayan At-Takhshish, Bayan Al-Ta’yin,
Bayan Al-Tasyri’, Bayan Al-Nasakh.
1.
Bayan
Al-Taqrir.
Yang dimaksud dengan
bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam
Al-qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan
Al-qur’an. Contoh :
“Apabila
kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah)
itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadist ini mentaqrirkan
surah Al-baqarah: 185
Artinya: “..................... Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,...................” (QS. Al-Baqarah:185)
2.
Bayan
Al-Tafsir.
Yang dimagsud bayan al-Tafsir
adalah hadist berfungsi untuk memberi penjelasan secara rinci terhadap
ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan
batasan(taqyid) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan(takhsish) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat umum.
a. Menjelaskan
secara rinci terhadap ayat Al-qur’an:
“Shalatlah
sebagaimana engkau melihat aku shalat” (HR.
Bukhari)
Hadist ini menjelaskan
bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci
tentang mendirikan shalat. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'.”(Al-Baqarah:43)
b. Memberi
batasan terhadap ayat Al-qur’an:
“Rasulullah
SAW didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan
pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadist ini menberi batasan terhadap
ayat:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS.
Al-Maidah:38)
c.
Mengkhususkan keumuman
ayat Al-qur’an:
“Kami kelompok para nabi tidak meninggalkan harta
waris, apa yang kami tinggalkan adalah sebagai sedekah.
Hadis ini mengkhususkan Ayat:
“Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ..................”
(QS. An-Nisa’: 11)
DAFTAR
PUSTAKA
-Suparta
Munzier, 2002, Ilmu Hadis, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, PT Raja Grafindo Persada,
Kelapa Gading Permai, Jakarta
-Majid Khon
Abdul, 2008, Ulumu Hadis, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, PT Amzah, Jakarta
-Djunied Daniel, 2002, Paradigma Baru Studi Ilmu Hadis; Rekontruksi
Fiqh Al-Hadis, Cetakan Pertama, PT Citra Karya, Banda Aceh
-Rahman Zufran, 1995, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum
Islam, cetakan pertama, PT Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta pusat
- http://tatangjm.wordpress.com/fungsi-hadits-terhadap-al-qur’an/
1 komentar:
makasih mas,, sangat mmbantu,,
Posting Komentar