Friday, October 06, 2017

SKRIPSI " Peran Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam Pemberdayaan Dayah"

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di Indonesia sangat terkaitan erat dengan kegiatan dakwah islamiah. Pendidikan Islam berperan sebagai mediator dalam memasyarakatkan ajaran Islam kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikanlah masyarakat Islam dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur‘an dan Al-Sunnah. Seiring dengan itu tingkat pemahaman, penghayatan dan pengamalan masyarakat terhadap ajaran agama Islam sangat tergantung pada kualitas pendidikan Islam yang diterimanya.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali dihadapkan pada berbagai problematika yang tidak ringan. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi visi, misi, landasan, tujuan, kurikulum, konpentensi dan profesionalisme guru, metodologi pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan (manajemen), pembiayaan, serta evaluasi dan lain sebagainya.
Berbagai komponen yang terdapat dalam pendidikan ini sering kali berjalan apa adanya, alami dan tradisional serta dilakukan tanpa perencanaan tanpa konsep yang matang, akibatnya mutu pendidikan Islam sering kali menunjukkan keadaan yang kurang menggembirakan.
Pimpinan lembaga pendidikan Islam (LPI) harus mendesain format pendidikan yang kompetitif dan inovatif untuk keperluan masa depan, hanya dengan kesiapan manajemen pendidikan yang efektif, lembaga pendidikan Islam dapat merespon perubahan sehingga tidak akan mengalami stagnasi (kemacetan) dan ketinggalan dalam dinamika perubahan cepat.[1]
Tujuan pendidikan Islam sering kali hanya diarahkan untuk menghasilkan manusia yang hanya menguasai ilmu agama saja, akibatnya lulusan pendidikan Islam hanya memiliki peluang dan kesempatan yang terbatas, yaitu sebagai pengawal moral bangsa, mereka kurang mampu bersaing merebut peluang dan kesempatan yang tersedia dalam memasuki lapangan kerja, sehingga lulusan pendidikan Islam semakin termarginalisasi dan tak berdaya. Keadaan yang demikian harus segera diatasi, lebih-lebih lagi jika dihubungkan dengan adanya persaingan yang kian kompentitif (bersaing ketat) pada era teknologi dan globalisasi.
Aceh merupakan Provinsi yang paling ujung barat Indonesia yang berbatasan dengan Sumatra Utara, Aceh sejak dulu dikenal dengan julukan Serambi Mekkah karena penduduknya 90% lebih adalah menganut agama Islam dan mempunyai tradisi pemahaman agama yang kuat.
Aceh adalah daerah pertama masuknya Islam di Asia Tenggara, tepatnya di Peureulak Aceh Timur pada tanggal 1 Muharram 225 H. Sejak itu silih berganti kesultanan Islam berkuasa di Aceh, walau demikian spirit keislaman masyarakat Aceh tidak bisa ditawar-tawar, seorang antropolog Belanda B. J. Boland mengatakan “menjadi orang Aceh identik dengan  menjadi muslim”.[2]
Cita-cita penerapan Syari‘at Islam di Aceh tidak akan berhasil jika minimnya dukungan dari ranah pendidikan, Sebab karakter seorang manusia sesungguhnya sangat ditentukan dan dibentuk berdasarkan latar pendidikan yang ditempuhnya. Maka, jika kita ingin penerapan Syari‘at Islam memasuki semua sendi kehidupan bangsa Aceh sehingga potensi-potensi pelanggaran bisa ditekan seminimal mungkin, partisipasi maksimal semua stakeholder pendidikan suatu hal sangat urgen.
Sesuai Amanat Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tahun 2006, Agama Islam diharapkan akan menjadi acuan pada setiap aspek pembangunan mulai dari pembinaan politik, penciptaan keamanan, penguatan pertahanan, ketertiban pada sampai pembangunan ekonomi, hukum dan sosial budaya. Disamping pembangunan agama yang diharapkan menjadi landasan ideal agama kedepan, totalitas pembangunan juga harus memiliki ruh Agama.[3]
Rencana pembangunan juga termasuk lembaga seperti dayah, maka sudah seharusnya menyesuaikan program pengembangan dayah untuk masa akan datang. penyesuaiannya mulai tujuan dari pendidikan dayah, mau menjadi apa setelah mereka menamatkan pendidikan di dayah, penyesuaian ini juga membutuhkan rekayasa kurikulum sehingga akan menghasilkan alumnus-alumnus Dayah seperti yang kita harapkan.[4] Alumnus-alumnus dayah yang ideal adalah mereka dapat bersaing dan berperan dalam berbagai lapisan masyarakat baik pada tingkat regional, nasional maupun ditingkat internasional.
Beranjak hal yang berlatar tersebut, mengingat dayah selama ini terjadi marginalisasi, baik marginalisasi fungsional, dimana dayah terkesan masih sangat tradisional maupun marjinalisasi struktural, dimana dayah masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Karena dayah sudah lama sekali dilupakan oleh berbagai pihak, tentu banyak hal yang harus diberi perhatian dan ini butuh waktu yang lama, kerana masalah yang dihadapi juga lumayan banyak baik faktor internal mereka sendiri maupun faktor eksternal.
Oleh karenanya pemerintahan mencoba memberi perhatian lebih banyak kepada pendidikan dayah di Aceh. Pihak legislatif dan eksekutif sepakat untuk melakukan pembinaan dayah secara lebih serius. Karenanya,  timbul inisiatif mendirikan Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh (BPPD) yang dimaksudkan dapat berperan untuk pembinaan meningkatkan kualitas pendidikan dayah.
Setelah sebelumnya program-program pemberdayaan Dayah di bawah dinas pendidikan Aceh dianggap tidak memadai, Pemerintah Aceh kemudian membentuk badan pembinaan dayah baru yang diberi nama Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh. Dengan kehadiran Badan Pembinaan Pendidikan Dayah ini diharapkan agar mampu mengangkat daya saing Dayah dari lembaga pendidikan lain baik di tingkat daerah, nasional, maupun di level internasional.
Badan pembinaan dan pendidikan dayah adalah badan baru di Aceh bahkan di Indonesia, karena badan ini hanya ada di Aceh dan dibentuk berdasarkan Qanun No. 5 Tahun 2007 tentang susunan organisasi, dan tata kerja dinas, lembaga teknis lembaga daerah dan lembaga daerah Provinsi Aceh. Kehadiran lembaga ini disambut dengan sangat senang oleh teungku-teungku pimpinan dayah.
Secara umum, tujuan pemerintah dan para ulama mendirikan BPPD adalah untuk pemberdayaan dayah secara maksimal, dari aspek administrasi, kualitas, manajemen maupun dana. Jika demikian, seharusnya dengan adanya BPPD maka dayah-dayah di Aceh akan semakin kuat bidang dana, administrasi, manajemen maupun secara kualitas. Namun pada realitasnya sekarang pemberdayaan dayah oleh pemerintah yang dirasakan masih jauh dari yang diharapankan oleh masyarakat dayah.
Dengan adanya intervensi Pemerintah daerah, maka aksesibilitas masyarakat secara otomatis berkurang. Satu sisi pemerintah Aceh telah membuka peluang untuk meningkatkan sumber daya manusia di dayah dan menambah sarana prasarana melalui APBA. Pada sisi lain, pemerintah Aceh tidak memperhatikan kebutuhan (need) masyarakat sekitar dayah dalam membangun dayah, dimana support peningkatan kualitas sumber daya manusia di dayah masih sebatas dalam bentuk pelatihan dan workshop singkat, tidak ditunjang oleh regulasi partisipasi masyarakat dalam memajukan pendidikan di dayah.[5]
Dampak jangka panjang dari kebijakan Pemda terhadap dayah adalah hilangnya sikap sosial dari masyarakat dalam membantu eksistensi proses belajar mengajar pada sebuah dayah. Masyarakat tidak peduli dengan sistem yang di implementasikan pendidikan dayah, karena dayah telah menjadi wilayah birokrasi pemerintah daerah. Dengan adanya intervensi pemda terhadap dayah, terkesan adanya sebuah pembatas antara dayah dan masyarakat, karena harus bersikap birokratis dan formalitas.[6]
Berdasarkan ulasan masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam, dengan ini penulis melakukan sebuah penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul penelitian Peran Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam Pemberdayaan Dayah”. Penelitian ini diharapkan dapat lebih memberikan motivasi kepada Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi (BPPD) Aceh dalam memberi pembinaan untuk regenerasi pemuda-pemuda Islam ke depan menjadi penerus harapan bangsa dan agama yang rahmatan lil‘alamin. Penelitian ini juga di harapkan dapat menambah khasanah keilmuan, baik bagi penulis maupun bagi sidang pembaca  secara keseluruhan.

B.       Rumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat ditarik rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah peran Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam pemberdayaan Dayah?
2.    Bagaimanakah langkah-langkah Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh terhadap pemberdayaan Dayah?
3.    Apa saja hambatan Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam upaya pemberdayaan Dayah?

C.      Tujuan Penelitian
Setiap segala sesuatu bentuk pekerjaan dan perbuatan kita dalam sehari-hari di permukaan bumi ini pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu, tidak terkecuali halnya dengan penelitian ini. Oleh karena itu maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.    Untuk mengetahui bagaimanakah Peran Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam upaya pemberdayaan Dayah.
2.    Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam Pemberdayaan Dayah.
3.    Untuk Mengetahui Apa saja yang menjadi hambatan Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam Pemberdayaan Dayah.


D.      Manfaat Penelitian
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini antara lain :
1.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah kontribusi positif bagi Pemerintah Daerah Provinsi Aceh di bawah lembaga Badan Pembinaan Pendidikan Dayah dalam menentukan kebijakan atau perannya terhadap kemajuan dan pemberdayaan pendidikan Dayah.
2.    Dapat menjadi tolok ukur dan bahan evaluasi lembaga BPPD Aceh sendiri dalam mengelola dan membawa pendidikan Dayah Aceh ke arah yang lebih baik dan  maju di masa yang akan datang.
3.    Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuaan para sidang pembaca, terutama kepada penulis sendiri.
4.    Sebagai khasanah keilmuaan, menambah koleksi litelatur bacaan di perpustakaan, dapat menjadi pengembangan ilmu pngetahuan dan salah satu bahan rujukan penelitian terkait kepada peneliti selanjutnya.

E.       Tinjauan Pustaka
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran diartikan sebagai tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.[7] Peran atau peranan sesuatu yang menjadi bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.[8] Peran adalah perilaku yang sesuai dengan status seseorang juga merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu posisi atau kedudukan tertentu dalam masyarakat.[9]
Peran yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah tingkah atau seperangkat perilaku yang diterapkan atau cara yang diberikan oleh pihak Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh dalam meningkatkan pemberdayaan dayah di Aceh secara menyeluruh, baik dari segi santrinya, guru atau teungku, kurikulum, administrasi, fasilitas pembangunan bangunan, dan juga dari segi dananya sehingga dayah mempunyai kekuatan dan diharapkan pada nantinya dayah dapat bersaing serta berperan secara luas di era globalisasi yang kian kompentitif (bersaing).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna pemberdayaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memberdayakan.[10] Pemberdayaan berasal dari kata daya yang menjadi kata berdaya artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya BPPD Aceh dalam membuat, memberi daya atau kekuatan kepada lembaga pendidikan dayah agar pada nantinya dayah yang telah di beri daya atau kekuatan tadi menjadi lebih berdaya dan mempunyai kekuatan untuk bertahan ketika tidak adanya support lagi dari pihak BPPD maupun pihak lainnya.
Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh (BPPD) adalah perangkat daerah sebagai unsur pendukung Pemerintahan Aceh di bidang pembinaan pendidikan Dayah dan Badan Pembinaan Pendidikan Dayah di pimpin oleh seorang kepala badan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekda.[11]
Badan ini bekerja secara maksimal untuk meningkatkan mutu dan kualitas dayah, badan ini akan membantu dayah-dayah di Aceh sesuai kebutuhan dayah setempat, baik prasarana, kurikulum dayah, membantu merubah menejemen dayah dan peningkatan kualitas santri serta memberdayakan dayah sesuai dengan letak geografis dayah, untuk dayah yang dekat dengan pantai akan diberdayakan sektor perikanan, untuk dayah yang letaknya di daerah pegunungan akan diberdayakan sektor pertanian dan perkebunan, kesemuanya dilakukan untuk menciptakan kemandirian ekonomi dayah.
Pesantren mempunyai arti, asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji.[12] Pesantren adalah asrama dan tempat murid-murid belajar mengaji dan menuntut ilmu, terutama yang berkaitan dengan agama Islam.[13]
Pendidikan dayah di Jawa dikenal dengan nama pesantren, di Padang disebut surau, dan di Malaysia dan Pattani (Thailand) disebut pondok. Kata dayah juga sering diucapkan deyah oleh sebagian masyarakat Aceh Besar, kata deyah diambil dari bahasa Arab asal kata zawiyah. Istilah zawiyah yang secara literal Arab bermakna sudut, yang diyakini oleh masyarakat Aceh pertama kali digunakan untuk Masjid Madinah ketika Nabi Muhammad mengajar para shahabat pada masa awal Islam.[14]
Dayah di Aceh adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang dianggap sama namun memiliki sedikit perbedaannya, yakni pesantren menerima anak-anak semenjak sekolah dasar (alif ba ta), sementara Dayah hanya menerima orang dewasa saja, yaitu yang telah menyelesaikan sekolah dasar, mampu membaca Al-Qur‘an dan menulis bahasa Arab.[15]
Pengertian Dayah yang maksud di sini adalah Dayah tempat belajar Agama bagi orang-orang yang telah dewasa saja, minimal sudah tamatan sekolah dasar (SD), muridnya ada santri juga santriwati dan ciri khas dayah di sini mempunyai pondok tempat pengajian, dan pondok tempat penginapan yang semua guru dan santrinya menetap dipondok tersebut.

F.       Metode Penelitian
1.    Metode yang digunakan
Metode merupakan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan. Metode adalah cara atau jalan sehubungan upaya ilmiah, maka metode merupakan cara kerja untuk memahami objek penelitian. Sehingga metode merupakan  salah  satu  faktor  yang  terpenting  dan  menentukan  dalam penelitian.
Metode penelitian ilmiah adalah cara kerja yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian.[16] Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu “Suatu metode pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang yang meliputi pencatatan, penafsiran, penguraian dan penganalisaan terhadap data yang ada”.[17] Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif atau penggambaran berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku-prilaku yang dapat diamati.[18]

2.      Jenis Penelitian
      Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).
a.       Penelitian Kepustakaan
Penelitian pustaka (Library Research) adalah kegiatan menghimpunan data dari berbagai litelatur, baik diperpustakaan maupun di tempat-tempat lain. Lilelatur yang dipergunakan tidak hanya terbatas pada buku-buku, tetapi dapat juga berupa bahan-bahan dokumentasi, majalah, koran dan lain-lain, dari litelatur tersebut dapat ditemukan berbagai teori, hukum, dalil, prinsip-prinsip, pendapat, gagasan-gagasan, dan lain-lain.[19]
Penelitian kepustakaan suatu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca dan mencari informasi dari berbagai referensi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, seperti buku-buku, kitab, majalah, dan karya ilmiah lainnya. Informasi yang didapatkan akan dijadikan sebagai bahan pendukung dan penguat analisa yang diperoleh dari penelitian lapangan.
b.      Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan (Field Research) adalah kegiatan penelitian yang dilakukan dilingkungan masyarakat, baik di lembaga-lembaga, dan kemasyarakatan sosial, maupun lembaga pemerintahan.[20] Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian lapangan ini dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.
Dalam hal ini penulis melakukan penelitian di sebuah lembaga pemerintahan daerah yaitu pada Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh, pada selanjutnya peneliti ingin menggali informasi-informasi kemudian menganalisis.

3.      Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian yang penulis dilakukan adalah, di salah satu kantor lembaga Pemerintahan Provinsi Aceh, yaitu pada Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Provinsi Aceh, yang beralamat di JL. Twk. Hasyim Banta Muda, No. 04 Gampong Mulia kota Banda Aceh.
Penulis tertarik melakukan penelitian di Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) provinsi Aceh tersebut dengan dasar pertimbangan atau alasan-alasan sebagai berikut:
1)   Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh merupakan lembaga pembinaan pendidikan Islam di bawah Pemda Aceh yang diemban tugas sebagai lembaga pemberi solusi terhadap berbagai permasalahan Dayah yang timbul.
2)    Sebagai masyarakat Aceh yang pernah mengecap pendidikan Agama di Dayah, Penulis merasa prihatin dan terpanggil dengan melihat kian komplitnya permasalahan dunia pendidikan Dayah, terutama menyangkut keberdayaan pendidikan dayah. Maka penulis melakukan penelitian ini ingin mengetahui secara lebih mendalam upaya pemberdayaan Dayah yang dilakukan oleh badan pembinaan pendidikan dayah Aceh selama ini.
3)   Dari hasil pengamatan dan penelusuran penulis bahwa masih kurangnya bahan bacaan dan para peneliti yang meneliti pada Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh ini, khususnya mengenai perannya selama ini. Maka penulis menarik untuk melakukan penelitian.


4.      Teknik Pengumpulan Data.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber utamanya, baik dari individu (Perorangan) atau sekelompok orang yang didapat berdasarkan hasil observasi dan wawancara, sedangkan data sekunder adalah data yang didapat dari beberapa literatur atau tulisan-tulisan, baik dalam bentuk buku-buku, majalah dan dokumen lainnya.[21] Data sekunder juga dapat berupa data diperoleh melalui (informan) orang yang dianggap mempunyai informasi penting tentang suatu objek penelitian.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Observasi
Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator suatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut.[22] Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan terhadap keadaan atau prilaku objek sasaran.[23] Dalam penelitian ini penulis telah mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, yaitu Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Provinsi Aceh yang beralamat di JL. Twk. Hasyim Banta Muda, No. 04 Gampong Mulia kota Banda Aceh.
b.      Wawancara
Wawancara atau interview adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh pihak yang diwawancara.[24]
Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[25]
Interview (wawancara) dibedakan dalam dua macam, yaitu (1) responden dan (2) informan. Responden adalah sumber data primer, data tentang dirinya sendiri sebagai objek sasaran penelitian, sedangkan informan ialah sumber data sekunder, data dari pihak lain tentang responden. Informan hendaknya di pilih dari pihak yang banyak mengetahui atau mengenal keadaan responden.[26]
Dalam hal ini peneliti mengadakan wawancara langsung dengan pihak responden (data primer) yaitu yang terdiri dari; Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh, Kepala bidang pemberdayaan santri, Kepala bidang pembinaan sumber daya manusia, Kepala bidang manajemen dan pengasuhan, Kepala bidang program dan pelaporan.
Kemudian dengan pihak informan (data sekunder) penulis mengadakan wawancara dengan dua orang yang dianggap banyak mengetahui mengenai peran badan dayah Aceh yaitu; Tgk. Faisal Ali yang merupakan Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), dan Tgk. T. Zulkhairi, MA yang merupakan alumni dayah dan aktifis pemerhati pendidikan dayah yang sangat aktif menulis dimedia cetak maupun di media elektronik, menganai masukan dan kritikan kontruktif kebijakan pemerintah terhadap kemajuan dan keberdayaan pendidikan dayah.
Dari dua sumber informan tersebut diharapkan dapat mengumpulkan informasi-informasi atau data-data penting tentang pemberdayaan dayah oleh badan dayah (BPPD) Provinsi Aceh, agar dapat lebih menguatkan hasil penelitian ini.
c.         Studi Dokumentasi
Teknik ini adalah cara mengumpul data yang dilakukan dengan katagorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen, maupun buku-buku, koran, majalah dan lain-lain.[27]
Dokumentasi merupakan cacatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental.[28] Peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dalam penelitian yang berbentuk dokumen-dokumen untuk memperoleh berbagai keterangan atau informasi yang diperoleh, termasuk catatan-catatan penting pelaksanaan peran badan pembinaan pendidikan dayah dalam pemberdayaan dayah .
5.      Teknik Analisis Data.
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi dan yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman tentang objek dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain.[29] Jenis analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang bersifat deskristif-analitik, maksudnya menjabarkan dan menganalisis segala fenomena yang terjadi dari hasil penelitian yang diperoleh.

G.      Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari atas empat bab, dan dalam pembahasannya antara satu dengan bab yang lainnya mempunyai keterkaitan atau hubungan yang tidak terpisahkan satu sama yang lainnya. Adapun deskriptif pembahasan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Bab satu pendahuluan, dalam bab pertama penulis ingin menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan yang terakhir adalah mengenai sistematika dalam penulisannya.
Bab dua, pada bab ini menguraikan tentang landasan teoritis, yaitu yang berisikan tentang pengertian pemberdayaan, membahas urgensi pemberdayaan dayah, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberdayaan dayah, strategi pemberdayaan dayah, arah ideal pemberdayaan dayah pada era modern, peran dayah terhadap penyebaran dakwah, kebijakan pemerintah Aceh terhadap pendidikan dayah.
            Bab ketiga, dalam bab ini membahas gambaran umum lokasi penelitian yaitu meliputi; letak geografis, sejarah dan profil Badan Pembinaan Pendidikan Dayah, visi misi Badan Pembinaan Pendidikan Dayah, dan struktur organisasi Badan Pembinaan Pendidikan Dayah. Kemudian pembahasan peran Badan Pembinaan Pendidikan Dayah provinsi Aceh dalam upaya pemberdayaan dayah, langkah-langkah Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi Aceh dalam pemberdayaan dayah, hambatan-hambatan Badan Pembinaan Pendidikan Dayah provinsi Aceh dalam Pemberdayaan dayah.
Bab empat, adalah bab terakhir dari keseluruhan penulisan skripsi ini yang di penulis muatkan beberapa kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari pengupasan bab pertama sampai bab ketiga. Kemudian penulis juga mengajukan beberapa rekomendasi atau saran-saran yang dianggap relevan dengan dunia pendidikan dayah, sebagai bahan masukan bagi sidang pembaca dan khususnya dapat menjadi sebuah kontribusi positif serta landasan pemerintah daerah terhadap penentuan arah kebijakan pemerintah, demi kemajuan pendidikan dayah di masa akan datang.




[1] Syarifuddin, Manajemen Pendidikan Lembaga Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Hal. 1-2.
[2]Safwan Idris, Syariat Islam di Aceh; Reaktulisasi Sejarah dalam Memasuki Millenium Ketiga Menuju Masyarakat Madani, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 1999).
[3]M. Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh, (Banda Aceh; Yayasan PeNA, 2008), Hal. 133.
[4]M. Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008), hal. 135.
[5]Mukhlisuddin Ilyas, Pendidikan Dayah di Aceh; Mulai Hilang Identitas, (Yokjakarta: Pale Indonesia Media, 2012), hal. 108-109.
[6]Mukhlisuddin Ilyas, Pendidikan Dayah di Aceh; Mulai Hilang Identitas, (Yokjakarta: Pale Indonesia Media, 2012), hal. 97.
[7] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ke III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 854.
[8]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 870.
[9]Mulat Wigati Abdullah, Sosiologi, Cetakan I, (Jakarta:Grasindo, 2006), hal 53.
[10]Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hal. 242.
[11]Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2007, Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Daerah Provinsi Aceh, Pasal 164, Ayat 1 dan 2.
[12]Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Ed.3, 2003), hal. 854.
[13]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 884.
[14]Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan PeNA, 2008), hal. 41.
[15]Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan PeNA, 2008), hal. 43.
[16]Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 99.
                [17]Winarno Surachmad, Dasar dan Tehnik Research, (Bandung: Tarsito, 1982), hal. 72.
[18]Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 35.
[19]Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hal. 30.
[20]Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hal 31.
[21]Ronny Kountur, Metode Penelitian, Cet Ke II, (Jakarta: Buana Printing, 2009), hal.182.
[22]Rahmat Kriyantono, Riset Komunikasi, Cet Ke IV, ( Jakarta: Kencana Prenada Group), hal. 108.
[23]Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal.104.
[24]Abdurrahmat Fathoni, Metodelogi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi…, hal. 105.
[25] Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999), hal. 234.
[26]Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 105.
[27]Nawawi, dan H. Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hal. 95.
[28]Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 82.
[29] Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 34

No comments: