Wednesday, December 03, 2014

Praktikum Sayur Dan Buah



BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Nilai gizi bahan pangan tidak hanya ditentukan dari segi kuantitas (jumlah), namun juga dientukan oleh kualitas gizi yang dikandungnya. Zat gizi merupakan nutrien-nutrien yang terkandung dalam bahan pangan. Nutrien yang membentuk bahan pangan dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, mineral maupun vitamin. Protein sebagai salah satu nutrien bahan pangan dapat berfungsi sebagai pengganti komponen tubuh yang rusak maupun sebagai sumber energi. Tingginya nilai protein dalam makanan dapat ditentukan dengan melihat kandungan asam amino pembentuk dan daya cerna protein. Daya cerna protein dapat menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis. Asam amino terbagi menjadi dua kelompok, yaitu asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga diperlukan asupan dari luar. Asam amino non-esensial dapat dibentuk oleh tubuh. Sumber protein yang diperlukan oleh tubuh berasal dari hewani, nabati dan protein non konvensional. Protein hewani dapat berasal dari daging maupun telur yang dihasilkan oleh ternak. Daging sebagai sumber protein, akan mengalami proses pengolahan sebelumdikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan disamping meningkatkan nilai tambah juga dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan penerimaan terhadap produk dan menganekaragamkan produk olahan pangan. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna protein, juga dapat menurunkan nilai gizinya. Peningkatan daya cerna protein pada proses pemasakan dapat terjadi akibat terdenaturasinya protein dan terhentinya aktivitas senyawa-senyawa anti nutrisi. Penurunan nilai gizi protein daging dapat disebabkan oleh perlakuan suhu yang tidak terkontrol yang dapat merusak asam-asam amino protein daging. Oleh karena itu, perlu perlakuan yang tepat dalam pengolahan daging, mengingat daging merupakan bahan pangan sumber protein. Daging merupakan bahan pangan yang relatif lebih mahal jikadibandingkan dengan sumber protein yang lain.
Banyak bahan makanan yang sudah dipanen mengalami kerusakan karena tidak tahan lama. Saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi, banyak cara ditemukan agar bahan makanan yang sudah siap dikonsumsi dapat bertahan cukup lama dengan kualitas yang cukup baik. Laporan  ini mengulas bagaimana cara mengolah dan mengemas hasil pangan yang sudah agar menjadi produk olahan dan agar tetap dapat dikonsumsi dalam jangka waktu panjang dengan kualitas yang tetap baik. Pengolahan yang dimaksud dimulai dari proses termal, blansing, sterilisasi termal, pasteurisasi, pengeringan, pendinginan dan pembekuan, ekstrusi, kristalisasi, pengawetan nontermal, serta pengolahan kimiawi.
Keinginan manusia untuk mendapatkan makanan yang berkualitas rupanya tak pernah terpuaskan. Dibatasi oleh kesulitan untuk senantiasa menyiapkan dan menyantap makanan segar, manusia mengembangkan berbagai produk pangan awetan. Berbagai teknologi pengolahan pangan yang baru terus bermunculan. Trend terakhir menunjukkan adanya kebutuhan akan makanan awetan yang memiliki kualitas tak kalah dari makanan segar. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menyiapkan makanan tinggi
dengan tingkat pengolahan, penggunaan bahan pengawet dan waktu persiapan
seminimal mungkin. Kebutuhan ini merupakan tantangan bagi para ahli teknologi
pangan untuk dapat melahirkan suatu bentuk teknologi baru. Semua ini tentu berawal dari hal produk olahan yang biasa seperti pengolahan sari buah dan sayur dalam kaleng, pengolahan rempah bubuk, teknologi pengolahan pangan hewani, teknologi pengolaha kedelai, dan pengolahan pangan semi basah. Dari hal umu inilah nantinya akan dikembangkan produk – produk baru yang lebih mutakhir.  Intinya dari praktikum Teknologi Pengolahan ini adalah kita harus tahu terlebih dahulu prinsip – prinsip awal dari pengolahan pangan, baik itu sterilisasi, pasteurisasi, pembekuan, blansir, pemanasa, dan sebagainya.
1.2  TUJUAN
1.      Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan sari buah dengan pasteurisasi dan sayur dalam kaleng dengan sterilisasi komersial.
2.      Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan rempah bubuk (cabe dan bawang putih).
3.      Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan produk olahan pangan hewani (bakso, nugget, sosis, dan telur asin) dan mempelajari pengaruh dari variabel proses terhadap pengolahan dan mutu produk tersebut.
4.      Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan kedelai menjadi tempe dan tahu.
5.      Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan jem dan jeli, menjelaskan faktor-faktor yang harus dipehatikan dalam proses pembuatan jam dan jeli serta menentukan keberhasilan struktur jam dan jeli yang baik, serta mempelajari pengaruh penurunan aktivitas air terhadap kestabilan produk jam dan jeli.
6.      Untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengolahan kripik menggunakan Vacuum Frying pada berbagai buah-buahan.
        BAB II
  1. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 OBJEK I: Pengolahan Sari Buah Dan Sayur Dalam Kaleng
A. Pasteurisasi Sari Buah
            Pengertian produk minuman sari buah (fruit juice) menurut SNI 01-3719-1995 adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Definisi sari buah menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK. No. HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan mengatur definisi dan karakteristik dasar sari buah, terkait ketentuan bahan baku, proses pengolahan dan produk jadi, adalah cairan yang diperoleh dari bagian buah yang dapat dimakan yang dicuci, dihancurkan, dijernihkan (jika dibutuhkan), dengan atau tanpa pasteurisasi dan dikemas untuk dapat dikonsumsi langsung. Sari buah dapat berisi hancuran buah serta berpenampakan keruh atau jernih. Produk sari buah dapat dibuat dari satu atau campuran berbagai jenis buah. Pada sari buah hanya dapat ditambahkan konsentrat jika berasal dari jenis buah yang sama. Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari buah dari tiap-tiap jenis buah meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya sama (Kemenristek RI 2010). Sari buah dibuat dengan cara menghancurkan daging buah dan kemudian ditekan agar diperoleh sarinya. Gula ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis. Pengawet dapat ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan. Selanjutnya cairan disaring, dibotolkan, kemudian di pasteurisasi agar tahan lama. Pemurnian sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat-serat dari buah dengan cara penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi yang dapat memisahkan sari buahdari serat-serat berdasarkan perbedaan kerapatannya. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan di dasar botol. Hal tersebut tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen (Muchtadi 1977).
Ada tiga macam minuman buah yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (2006), yang dapat dibedakan dari kandungan buahnya: a) sari buah, yaitu cairan yang
diperoleh dari buah, baik buah tunggal atau campuran dari beberapa buah. Total kandungan sari
buahnya 100 persen yang diperoleh dari proses pengempaan, penghancuran, atau penggilingan buah, b) minuman sari buah, adalah sari buah yang telah diencerkan dengan air. Kandungan total
sari buahnya minimal harus berjumlah 35 persen dengan atau tanpa penambahan gula, c) minuman rasa buah yaitu sari buah yang telah diencerkan dengan air namun dengan total kandungan sari buah minimal 10 persen. Di dalam minuman ini umumnya ditambahkan bahan-bahan lain (bisa diketahui dari label kemasannya). Pencantuman persentase kandungan sari buah adalah untuk memberikan kesan kepada konsumen bahwa produk tersebut mengandung sari buah. Sari buah dapat digunakan sebagai salah satu ingridien atau sebagai perisa pada produk minuman. Produk yang mengandung sari buah sebagai ingredien dapat mencantumkan persentase sari buah pada label. Jika sari buah ditambahkan pada produk sebagai perisa, maka tidak perlu mencantumkan persentase sari buah pada labelnya. Pencantuman persentase sari buah dimaksudkan sebagai informasi kepada konsumen perihal kadar sari buah pada masing-masing produk. Persentase sari buah pada label sebaiknya dicantumkan pada bagian yang mudah dilihat, dengan jenis cetakan yang menyolok dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga mudah untuk dibaca. Contoh pernyataan mengenai % sari buah adalah “90 % sari buah” dan “90% sari buah apel”.
B.  Sterilisasi Komersial Sayuran Dalam Kaleng
            Sayur kacang-kacangan dalam kaleng adalah hasil olahan kacang-kacangan segar yang dikemas dalam wadah kaleng. Proses produksi menggunakan peralatan industri dan bahan pengemas kaleng sehingga memungkinkan terjadinya cemaran logam berat pada produk sayur kacang-kacangan dalam kaleng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya logam timah dan kromium beserta kadarnya pada beberapa produk sayur kacang-kacangan dalam kaleng, sehingga dapat diketahui kadar tersebut tidak melebihi batas maksimum. Hasil penelitian menunjukkan semua sampel sayur kacang-kacangan dalam kaleng mengandung timah dan kromium.
            Sayur kacang-kacangan dalam kaleng merupakan makanan praktis siap saji, yang dikemas dalam kaleng. Sayur kacang-kacangan dalam kaleng semakin menjadi pilihan bagi banyak orang. Produk olahan kacang-kacangan ini mudahdan cepat diolah. Meski nilai gizinya cukup baik, perlu kecermatan dalam memilih, supaya jangan mengkonsumsi makanan yang rusak. Banyaknya sayur kacang-kacangan dalam kaleng yang bermunculan di pasaran, maka perlu adanya pengawasan terhadap mutu dan kualitas dari bahan yang digunakan sehingga dapat melindungi konsumen dari bahan-bahan yang berbahaya. Sayur kacang-kacangan dalam kaleng merupakan hasil olahan kacang-kacangan yang diawetkan dengan bumbu-bumbu, 1% garam dan 7,5% gula. Formulasi bahan-bahan tersebut bervariasi tergantung pada kesenangan konsumen. Produk ini sudah mulai populer di masyarakat, karena merupakan makanan instan (Berlian dkk, 1994). Tujuan pembuatan sayur kacang-kacangan dalam kaleng adalah untuk memperoleh produk kacang-kacangan yang segar, meningkatkan daya awet dan daya terima produk, serta menambah keragaman produk olahan kacangkacangan. Sayur kacang-kacangan dalam kaleng dapat disimpan pada suhu kamar sekitar dua tahun atau lebih dan dapat dihidangkan sebagai sayur kare, sayur lodeh, pelengkap bestik, gado-gado, sayur asam, dan sebagainya (Cahyono, 2001). Salah satu hal yang mengurangi mutu produk sediaan sayur kacangkacangan dalam kaleng adalah cemaran, misalnya cemaran kimia, fungi, bakteri, mikroorganisme lain dan juga cemaran logam berat seperti timbal, timah, merkuri, arsen, tembaga, dan seng. Logam berat sangat berbahaya dan merugikan bagi masyarakat jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak, karena dapat terjadi akumulasi dan dapat menimbulkan gejala fisiologis yang tidak diharapkan. Logam berat banyak digunakan dalam berbagai keperluan terutama untuk sektor industri yang kegiatan produksinya bersifat senyawa monoaksi. Logam berat sering digunakan dalam alat-alat produksi serta bahan baku pengemas seperti timah dan timbal. Jika sedikit saja terjadi kerusakan pada kemasan maka akan memungkinkan terjadinya cemaran logam berat pada makanan atau minuman yang ada di dalamnya (Sunu, 2001). Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbul Sn (bahasa latin: Stanum) dan nomor atom 50. Unsur ini merupakan logam miskin keperakan, dapat ditempa (melleable) tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat, ditemukan dalam banyak “alloy” dan digunakan untuk melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari mineral “cassiterit” yang terbentuk sebagai oksida. Sejumlah kecil timah dalam makanan kaleng tidak berbahaya bagi manusia. Senyawa timah trialkil dan triaril berbahaya bagi makhluk hidup dan harus ditangani secara hatihati (Anonim, 2007).
Kromium merupakan mineral esensial yang berperan dalam metabolism karbohidrat dan lipid. Kromiun berada dalam berbagai bentuk dengan jumlah muatan berbeda-beda. Kromium paling mudah diabsorbsi dan pling efektif bila berada dalam bentuk Cr +++. Kromium banyak digunakan sebagai pelapis logamlogam lain, stainlesstel, fotografi zat warna dan penyamakan. Kromium dapat menyebabkan keracunan kronik karena debu kromium dan senyawa kromium, dapat juga terjadi keracunan kronik yang disebabkan absorbsi melalui kulit dan keracunan akut melalui mulut. Senyawa kromium yang larut dalam air danmemugkinkan keracunan melalui mulut, seperti kalium kromat, kalium bikromat, dan asam kromat. Pada kematian yang disebabkan oleh keracunan senyawa kromium dapat terjadi nefritis yang disertai oleh pendarahan (Sartono, 2002).
Pengawasan terhadap adanya cemaran timah dan kromium pada produk sayur kacang-kacangan dalam kaleng, maka diperlukan suatu metode yang baik dan dapat dipakai dalam mendeteksi kacangada tidaknya cemaran logam serta berapa besar kadar cemaran yang ada di daan t-ang sediaan produk sayur kacang-kacangan dalam kaleng, diperlukan metode yang spesihfik dan teliti. Penelitian ini untuk menganalisis cemaran logam berat timah dan kromium. yang terkandung dalam sayur kacang-kacangan dalam kaleng yang dianalisis secara spektrofotometri serapan atom dan mengetahui apakah sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor : 03537/B/SK/VII/89.
BAB III
ALAT DAN BAHAN
3.1 Objek Ia: Pateurisasi sari buah
1. Alat:
      Pisau
      Talenan
      Blender
      Baskom plastic
      Panic
      Kompor
      Cup plastic
      Sealer
      Gelas ukur
      Timbangan
      Refraktometer
      Saringan
      pH meter
      thermometer
      bak pasteurizer



2. Bahan:
      Buah (jambu biji dan nanas)
      Air
      Gula pasir
      Asam sitrat
      CMC
      Na-benzoat
B. Sterilisasi Komersial Sayuran Dalam Kaleng
1.      Alat

      Pisau
      Talenan
      Baskom
      Panic
      Blender
      Kompor
      Double seamer
      Saringan
      Kantong plastic
      Gelas ukur
      Timbangan
      Refraktometer
      pH meter
      thermometer
      autoclave
      vacuum gauge

2.      bahan



      sayuran buncis
      air
      garam
      asam sitrat
      gula pasir
      kemasan kaleng
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1  Obejek 1: Pasteurisasi sari buah
1.1  1 Hasil
Rendeman nenas                   = Berat produk               x  100 %
                                                      Berat bahan yg digunakan
                                                      =
Uji organoleptik
Rasa
Manis asam
Warna
Kuning muda
Adanya endapan
Tidak ada endapan
Aroma
Khas nenas

1.1.1        Pembahasan
Pada praktikum pasteurisasi sari buah ini menggunakan larutangaram sebagai larutan media yang bertujuan sebagai pengawet sari buah didalam kaleng, setelah diamati tidak terdapat endapan pada sari buah rasanya manis dan berwarna kuning muda, aroma khas nenas.
Hasil perhitungan rendeman dapat dilihat dipaparkan pada perhitungan rendeman diatas, untuk pengolahan sari buah ini sedikit seklai terdapat rendeman sari buahnya. Dalampelaksanaan praktikum banyak terjadi kesalahan dari prakrtikan untuk itu dari hasil pengamatan banyak yang tidak paktikan lampirkan dilaporan hasil pengamatan dikarenakan ketika praktikum selesai tidak dilakukan pengamatan seperti penyimpanan produk selama 1 minggu dan mengukur pH dan beberapa uji yang lain pada modul untuk diamati, yang ada dilakukan hanya uji organoleptiknya saja.
1.2  Objek 1b: Sterilisasi komersial sayuran dalam kaleng
1.2.1        Hasil
2.      Hasil pengamatan
Wortel
190 gr
Buncis
100 gr

4.1.2 Pembahasan
                  Praktikum objek sterilisasi sayuran dan buah dalam kaleng ini menggunakan sampel sayuran buncis dan wortel, dengan masing-masing berat produk 100 g dan 190 g, prosedur kerja sesuai dengan modul pelaksanaan praktikum.
      Pada tahap ini sayuran yang akan  kami lakukan sterilisasi dalam kaleng yaitu sayur buncis dan wortel. Dimana buncis yang kami gunakan sebanyak 10 gr dan wortel sebanyak 210 gr. Langkah awal yaitu melakukan sterilisasi kaleng terlebih dahulu selama 15 menit, lalu membuat larutan garam sebagai larutan media dimana kami menggunakan garam sebanyak 4, 8 gr, selanjutnya memblansir bahan selama 2 – 3 menit pada suhu 80 – 900 C.  Kemudian memasukkan bahan kedalam kaleng dan larutan media . Batas memasukkan bahan kedalam kaleng perlu diperhatikan yaitu kurang dari 1/10 dari tinggi kaleng. Terakhir adalah melakukan proses sterilisasi sayuran dalam kaleng tadi. Sterilisasi dilakukan pada suhu 1150 C selama 15 menit
      Secara keseluruhan dari pelaksanaan praktikum berjalan lancer, hasil dari pengamatan dari penyimpanan tidak ada diamati oleh kelompok kami. Seperti uji kevacuman dan uji yang lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Wilkipedia Indonesia, (online), http: http://www.timah.com /ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia htm? Diakses tgl 12 Agustus 2007.166-168.
Ariyanti, N. D. 2003. Sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik abon ayam kampung dengan penambahan kunyit selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 1995b. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1995c. SNI 01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Berlian V.A, N., Rahayu, E., 1994, Budidaya Polong Pucuk dan Baby Kapri, Penebar Swadaya, Jakarta, 3-5, 12, 33-34. Budavari, S., 1996, The Merck Index, Twelfth Edition an Encyclopedia of Chemicals, Drugs and Biologicals, Merck Research Laboratories Division of Merck & Co., Inc., Whitehouse Station,
Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia, Jakarta, 142-147.Lehninger, A. L. 1998a. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan: M. Thenawidjaja. Erlangga, Jakarta.
NJ. Cahyono, B., 2001, Kacang Buncis Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius, Bogor, 9-11, 13-15. Darmono, 1995, Logam Dalam  Sistem Biologi Makhluk Hidup, Universitas Indonesia, Jakarta, 96-97.
Narsito, 1990, Dasar-Dasar Spektrofotometri Serapan Atom, Laboratorium Analisis Kimia dan Fisika Pusat, Yogyakarta, 16-31, 42. Olson, Kent R., Poisoning And Drug Overdose, University of California, San Francisco,
Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.


No comments: