Thursday, April 03, 2014

MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN

MANAJEMEN KEMASJIDAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat bagi kaum Muslim. Namun, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, maka hakikat masjid adalah tempat untuk melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah swt semata. Oleh karena itu, di dalam Al-quran di tegaskan :
“sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, janganlah kamu menembah seseorang pun di dalamnya selain Allah” ( al-jin:18).
Rasulullah juga bersabda :
“ telah di jadikan untukku ( dan untuk umat ku ) bumi sebagai masjid  dan sarana penyucian diri.”( HR. Bukhari dan Muslim, melalui Jabir bin Abdullah)
Jika dikaitkan dengan bumi  ini, masjid  bukan hanya sekedar tempat sujud dan sarana penyucian. Tetapi masjid juga berarti tempat untuk melakukan segala aktivitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah. Masjid merupakan bangunan yang didirikan dengan fungsi utama memfasilitasi pelaksanaan shalat. Di dalam Al-quran, kita dapat hayati ayat yang berkaitan dengan hal ini, di antaranya :
“ janganlah kamu sembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa ( masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Didalamnya adalah orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” ( at taubah: 108)
“ussisa ‘alat takwa” ( didirikan atas takwa) bermakna masjid yang didirikan dengan niat untuk bertakwa dan taat kepada Allah dan Rasulnya, bukan dasar  yang lain
Memakmurkan masjid  merupakan salah satu bentuk taqarrub ( upaya  mendekatkan diri) kepada Allah yang paling utama. Rasulullah saw bersabda,  “barang siapa membangun untuk Allah sebuah masjid, meskipun hanya sebesar sarang burung, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga.” ( HR. Bukhari )
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
  1. apa manajemen kemasjidan itu ?
  2. apa saja ruang lingkup atau cakupan manajemen kemasjidan ?
C.     Tujuan makalah
  1. Agar mengetahui tentang pengertian manajemen dan kemasjidan
  2. Agar mengetahui apa saja ruang lingkup manajemen kemasjidan.
D.    Manfaat Makalah
  1. Agar mengetahui mengenai manajemen kemasjidan
  2. Dengan mempelajari manajemen kemasjidan kita dapat mengetahui bagaimana realita atau masalah masjid saat sekarang ini
  3. Sebagai pengetahuan untuk merubah sistem manajemen masjid untuk kedepan.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian
Manajemen kemasjidan berasal dari dua kata, yaitu manajemen dan masjid.[1] Manajemen secara etimologis berasal dari bahasa inggris, management yang artinya ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengolahan.
Sedangkan secara terminologi terdapat banyak defenisi yang di kemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah
“ the proses of planning, organizing, leading, and controlling the work of organization members and of using all availabel organization resources to reach stated organizational goals”.
( sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan terhadap para anggota organisasi serta penggunaan seluruh sumber-sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah ditetapkan). [2]
Sedangkan Kata masjid di ulang sebanyak 28 kali di dalam Al-quran. Dari segi bahasa, kata tersebut diambil dari akar kata sajada-sujudun, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat.[3] Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Pada waktu hijrah dari Mekah ke Madinah ditemani shahabat beliau, Abu Bakar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati daerah Quba di sana beliau mendirikan Masjid pertama sejak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba (QS 9:108, At Taubah). Setelah di Madinah Rasulullah juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya.[4]

Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke tanah yang kemudian di namai sujud oleh syariat adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna – makna di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang khusus di gunakan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid, yang artinya “ tempat bersujud”.
Jadi manajemen kemasjidan adalah suatu proses mengatur, mengelola masjid dengan baik.
  1. Ruang Lingkup Manajemen Kemasjidan
  1. Eksistensi Masjid
Dewasa ini umat islam terus-menerus mengupayakan pembangunan masjid. Bermunculan masjid-masjid baru diberbagai tempat, disamping renovasi atas masjid- masjid lama. Semangat mengupayakan pembangunan rumah-rumah Allah itu layak dibanggakan.
Pada zaman dahulu, mereka membangun masjid mulai dari pengurus sampai tukangnya adalah para iltizam atau pribadi-pribadi yang memiliki komitmen dengan islam. Kini menemukan dan menghimpun sejumlah manusia bertakwa semacam itu tampaknya merupakan pekerjaan yang sulit. Maka kompromi dengan kondisi dan situasi objektif zaman mesti diambil. Bahwa kemudian kita menyaksikan pengurus masjd yang aktif ke masjid ketika masjid dibangun, itu resiko yang logis saja. Begitu bentuk masjid berdiri, seakan-akan tanggung jawab juga selesai dan hanya sesekali mengunjungi masjid. Semestinya, setelah masjid berdiri, masjidlah yang membangun ummat. Jadi, terdapat hubungan timbal balik yang saling memaknai antara keduanya. Pada mulanya ummat yang membangun masjid, selanjutnya mesjid membangun umat.
Kekurangberdayaan “masjid membina umat” terlihat nyata dimasjid yang tersebar di desa-desa. Beberapa masjid malah Cuma berfungsi untuk shalat jum’at. Kenyataan memprihatinkan itu terjadi antara lain karena :
ü  Masjid sebagai pelengkap, tidak sedikit masjid diadakan sekedar pelengkap dalam suatu lingkungan, misalnya kantor, perusahaan, pasar. Disitu lazim dijumpai masjid atau moshalla kecil dengan peralatan yang ala kadarnya. Mungkin sekedar mengukuhkan legitimasi keislaman dilingkungan itu
ü  Mubaligh terbang, merupakan salah satu masalah dalam manajemen masjid itu, karena jika mubalighnya mengadakang penerbangan maka siapa yang akan mengontrol para jamaahnya.
ü  Mubaligh kurang di kenal, biasanya mubalig ini populer di suatu tempat, namun belum tentu dia dikenal oleh lingkungan di tempat tingggalnya.
  1. Dinamika Masjid
Keadaan masjid mencerminkan keadaan umat islam. Makmur atau sepinya masjid sangat bergantung pada mereka. Apabila mereka rajin beribadah ke masjid maka makmurlah tempat ibadah itu. Tapi apabila mereka enggan dan malas maka sepilah tempat ibadah itu. Dinamika sebuah masjid amat ditentukan oleh faktor objektif umat islam disekitarnya. Umat yang dinamis akan menjadikan masjidnya dinamis. Berbagai aktivitas  dan kreativitas tentu akan berlangsung di masjid. Sepeti :
ü  Suara azan, suara azan yang berkumandang dari masjid setiap waktu shalat akan menggerakkan orang-orang beriman untuk menangguhkan segala kesibukan mereka dan bergegas mendatangi masjid guna melaksanakan kewajiban shalat fardhu. Alunan suara azan dari puncak menara menunjukan bahwa adanya dinamika pada tempat ibadah itu. Dari sebuah masjid yang tidak memperdengarkan suara azan sudah dipastikan bahwa ditempat ibadah itu tidak ada dinamika.
ü  Shalat berjamaah, banyaknya jamaah di dalam masjid untuk melaksanakan ibadah menunjukkan masjid itu ramai dan makmur. Tanpa adanya kegiatan shalat berjamaah shaf-shaf masjid bikan saja sepi akan tetapi juga merubah fungsinya sebagai tempat tempat ibadah. Karena, shalat berjamaah ini harus di jagadan ditegakkan di setiap masjid oleh setiap orang muslim disekitarnya.
ü  Suara ayat-ayat suci, suara ayat-ayat suci Al-quran yang senantiasa terdengar di masjid merupakan salah satu ciri dinamika masjid.

  1. Problematika Masjid
Masjid tidak luput dari berbagai problematika, baik menyangkut pengurus, kegiaatan, maupun yang berkenaan dengan jamaah. Jika problematika ini berlarut-larut maka bisa menghambat kemajuan dan kemakmuran masjid tersebut. Fungsi masjid menjadi tidak berjalan  sebagaimana mestinya, sehingga masjid tidak berbeda dengan bangunan biasa.
ü  Pengurus tertutup, pengurus masjid dipilih oleh jamaah secara demokratis, pengurus dengan corak kepemimpinannya yang tertutup biasanya tidak peduli terhadap aspirasi jamaahnya. Mereka menganggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh atas usul dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini cukup riskan mengharapkan masjid  yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.[5]
ü  Jamaah pasif, juga salah satu penghamat kemajuan dan kemakmuran masjid. Pembanguna masjid akan sangat tersendat apabila jamaah enggan turun tangan, berkeberatan mengeluarkan sebagian rezekinya untuk sumbangan masjid. Tanpa dukungan aktif dari jamaah disekitar, tentu saja berlebihan mendambakan hasil yang berarti dari masjid.
ü  Kegiatan kurang, memfungsikan masjid semata-mata sebagai tempat ibadah shalat jum’at otomatis menisbikan inisiatif untuk menggelorakan kegiatan kegiatan lainnya. Masjid hanya ramai sekali seminggu, maka dengan keadaan seperti ini maka masjid akan sangat jauh dari yang namanya kemakmuran.
ü  Tempat wudhu yang kotor, akan membuat citra masjid akan menjadi negatif  bagi masyarakat disekitar.

  1. Mengatasi Problematika masjid
Setiap problematika yang terjadi dalam masjid perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan pengurus masjid. Ada beberapa cara mengatasinya :
ü  Musyawarah, pengurus masjis perlu melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai maslah dapat di pecahkan dengan baik.
ü  Keterbukaan, menerapkan keterbukaan dalam mengelola masjid sama pentingnya dengan musyawarah. Dengan keterbukaan akan menumbuhkan kepercayaan jamaah terhadap pengurus, melainkan juga akan mendorong terlaksananya kegiatan dengan baik dan hubungan kerja sama yang elok antara pengurus dan jamaah, baik dalam melaksanakan berbagai kegiatan maupun dalam mengatasi berbagai problematika masjid.
ü  Kerja sama, hubungan kerja sama antara pengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerja sama, masalah tetap tinggal masalah. Syarat untuk memelihara keterbukaan adalah suasana demokratis dan musyawarah.

  1. Memelihara Citra Masjid
Sebagai baitullah, masjid merupakan tempat suci umat islam. Di tempat inilah umat islam beribadah, mengjadap wajah kepada Allah swt.
Pemeliharaan dan pelestrian citra masjid terpikul sepenuhnya di pundak umat islam. Baik  sebagai pribadi maupun komunitas. Umat islam harus menjaga citra masjid agar tidak buruk dan rusak dalam pandangan dan gangguan pihak luar. Memelihara citra masjid tidak hanya dari segi bagunanny akan tetapi juga menyangkut gairah kegiatannya. Dalam konteks ini, faktor penentunya tak lain dari sumber daya manusia, yakni pengurus dan jamaah. Diantara citra masjid yang harus dijaga adalah :
ü  Akhlak pengurus , setiap pengurus harus memiliki akhlak yang baik dan mulia. Sebagai pribadi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan masjid, kualitas kepemimpinan dan kemampuan managerial saja belum cukup. Pengurus yang berakhlak baik dan mulia tentunya akan bertindak dan berbuat baik dan bermanfaat di masjid, sehingga citra masjid juga menjadi baik.
ü  Akhlak jamaah, tidak hanya pengurus jamaah pun perlu memiliki akhlak yang baik dan mulia. Merupakan kewajiban pengurus untuk senantiasa membina jamaahnya agar memiliki akhlak yang terpuji. Kebaikan dan kemulian akhlak jamaah, secara langsung akan berpengaruh terhadap citra masjid.
ü  Kebersihan masjid, kebersihan masjid harus senantiasa dipelihara oleh pengurus dan jamaah masjid. Masjid yang bersih akan menjadikan suasana ibadah tenang dan khusuk. Tapi apabila masjid dalam keadaan masjid kotor dan berbau tidak sedap, tentu akan mengganggu ketenangan dan kekhusukan ibadah. Masjid yang kotor dan kurang terawat tentu akan merusak citranya sendiri sebagai tempat suci dan tempat ibadah.
ü  Pelaksanaan ibadah, pelaksanaan ibadah di masjid harus dengan aturan yang telah digariskan dalam ajaran islam. Patron acuannya adalah Al-quran dan sunnah Rasulullah. Jika ibadah di selenggarakan benar-benar sesuai tuntutan, pelaksanaannya tidak akan semberawut dan kacau balau. Tetapi apabila prakteknya melenceng dari garis ketentuan, maka pelaksanaan ibadah dimasjid menjadi acak-acakan. Shaf yang lurus dan rapat, dengan imam yang tidak lupa menganjurkan adab shalat berjamaah, maka akan menghasilkan shalat yang tertib dan khusyuk. Jadi. Semua pihak berkewajiban memelihara tata tertib beribadah dalam masjid sesuai dengan tuntunan ajaran islam.[6]
ü  Memperhatikan keindahan dan kenyamanan masjid,  keindahan yang dimaksud tidak identik dengan pameran seni namun lebih sekedar untuk menggambarkan nuansa masjid yang kharismatik dan sesuai dengan nilai dan aturan serta budaya islam yang fundamental.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengelola masjid pada saat sekarang ini memerlukan ilmu dan keterampilan manajemen, pengurus dan jamaah masjid harus mampu menyesuaikan diri dengan riak perkembangan zaman. Masjid merupakan bangunan yang didirikan dengan fungsi utama untuk memfasilitasi pelaksanaan shalat.
Dengan memakmurkan masjid merupakan salah satu bentuk taqarrub ( upaya mendekatkan diri) kepada Allah swt yang paling utama. Rasulullah bersabda , barang siapa membangun untuk Allah sebuah masjid, meskipun hanya sebesar sarang burung, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga. ( HR. Bukhari )
Yang menjadi ruang lingkup masjid adalah  eksistensi masjid di mata masyarakat, dinamika masjid dalam pembangunan umat islam, problematika masji yang terjadi saat sekarang ini, serta cara memecahkan masalah atau problema yang ada, dan memelihara citra masjid. Agar di masjid menjadi indah dan berguna di mata masyarakat di sekitarnya. Jadi yang menjadi tujuan masjid adalah:
1. Pembinaan pribadi muslim menjadi umat yang benar-benar mukmin.
2. Pembinaan manusia mukmin yang cinta ilmu pengetahuan dan teknologi. Sabda Rasulullah s.a.w : “Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga ke liang lahat“.
3. Pembinaan muslimah masjid menjadi mar’atun shalihatun. Sabda Rasulullah s.a.w : “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah awnita yang saleh“.
4. Pembinaan remaja atau pemuda masjid menjadi mukmin yang selalu mendekatkan diri kepada Allah s.w.t
5. Membina umat yang giat bekerja, tekun, rajin dan disiplin yang memiliki sifat sabar, syukur, jihad dan takwa.
6. Membangun masyarakat yang memiliki sifat kasih sayang, masyarakat marhamah, masyarakat bertakwa dan masyarakat yang memupuk rasa persamaan.
7. Membangun masyarakat yang tahu dan melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, masyarakat yang bersedia mengorbankan tenaga dan pikiran untuk membangun kehidupan yang diridhai Allah s.w.t

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaradhawi, Yusuf Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta: Gema Insani Press. 2000
Budiman Mustafa, Manajemen Kemasjidan cetakan kedua,  Surakarta : Ziyad Visi Media, 2008
M. Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta : Kencana, 2006
Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press. 1996
http://hilmansyah-manajemen.blogspot.com/2011/01/kumpulan-makalah-manajemen-masjid.html







[1] http://hilmansyah-manajemen.blogspot.com/2011/01/kumpulan-makalah-manajemen-masjid.html
[2] M. Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2006) hal 10
[3] Budiman Mustafa, Manajemen Kemasjidan cetakan kedua, ( Surakarta : Ziyad Visi Media, 2008) hlm 20
[5] Al-Qaradhawi, Yusuf Tuntunan Membangun Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press. 2000)

[6] Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid, ( Jakarta : Gema Insani Press. 1996) hal 27
[7] Ibid... hal 53

No comments: