Thursday, April 03, 2014

PENGARUH SOSIAL DALAM PROSES DAKWAH

PENGARUH SOSIAL DALAM PROSES DAKWAH

PENDAHULUAN

Dalam perkembangannya, Iptek acap kali berbenturan atau dibenturkan dengan agama yang berakibat pada kegagalannya dalam misi kemanusian yang dilandasi pada bingkai humanis demokratis dan berkeadilan. Distorsi ini juga dapat dialami oleh profesi pekerjaan sosial sebagai aktivitas kemanusiaan yang abai terhadap nilai-nilai keagamaan di satu sisi dan misi  kemanusiaan oleh agama yang tidak dibingkai oleh keilmuan pada sisi yang lain.
Integrasi antara keduanya dalam praktek pekerjaan sosial merupakan sebuah keharusan sebab pendekatan moderen dan agama dalam praktek pekerjaan sosial merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan.Dalam pembahasan ini, paling tidak ada tiga kesimpulan yang dapat di kemukakan:
Pertama, Ambruknya ideologi raksasa seperti kapitalime yang terbukti dangkal dalam menuntaskan masalah kemanusiaan bahkan melahirkan berbagai patalogi sosial, memberikan peluang sekaligus tantangan bagi pendekatan keagaman dalam wacana keilmuan terutama pekerjaan sosial untuk dapat memberikan jalan alternative terhadap kemajuan peradaban dalam bingkai nilai-nilai universal religius yang humanis, demokratis dan berkeadilan.
Kedua, Konsekwensi pemahaman keagaman yang kaku dan tidak bersifat scientific justru akan memunculkan berbagai stigmatisasi negative terhadap peran penting agama dalam relasi kemanusiaan sesuai mandat pekerjaan sosial. Stigmatisasi tersebut berpandangan bahwa agama adalah dogmatism, rigidity dan gender biasexcessive self-blaming,  Fatalistik dan status quo serta  dianggap tidak peduli dengan urusan kekinian di dunia.
Ketiga, Bahwa baik pendekatan keagamaan maupun moderen yang tidak diintegrasikan, dapat menuai kegagalan dalam praktek pekerjaan sosial. Dengan kata lain, baik Pengetahuan rasionalis (bi-logical) dan spiritual serta pendekatan keagamaan yang tercerai berai dan cenderung saling mengalienas sama-sama berpotensi untuk gagal.

Apa itu  Pekerjaan Sosial               

Pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar 1800-an.[1] Purifikasi peksos terus berlanjut sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun demikian, seperti halnya profesi lain (Guru, Dosen, Dokter), fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan.
Pekerjaan sosial berbeda dengan profesi lain, semisal psikolog, dokter atau psikiater. Dalam praktek kerjanya dia senantiasa harus melibatkan aspek-aspek diluar klien dalam penyelesaian masalahnya. Artinya, bahwa mandat utama pekerja sosial adalah memberikan pelayanan sosial baik kepada individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat yang membutuhkannya  sesuai dengan nilai-nilai, pengetahuan dan ketrampilan professional pekerjaan sosial.
Selain itu, pekerjaan sosial juga merupakan aktivitas professional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan dimaksud. Sebagai suatu aktivitas professional, pekerjaan sosial dilandasi dengan vondamen utama berupa; kerangka pengetahuan, kerangka keahlian dan kerangka nilai.
Dalam konferensi internasional di Montreal Kanada, juli 2000, IFSW mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai Profesi yang mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan. Perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku  manusia dan sistem-sistem sosial. Pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik dimana orang berinteraksi dan keadilan sosial merupakan sangat penting bagi pekerjaan sosial.
Agama dan Pekerjaan Sosial

Bahasan ini sebaiknya diawali dengan pemaparan secara singkat menyangkut pemahaman-pemahaman Agama dan Pekerjaan sosial sehingga kemudian dapat dengan mudah menelisik lebih dalam pada aspek-aspek dimana urgensi integrasi antara pendekatan keagamaan dan pendekatan modern dalam praktek pekerjaan sosial. Agama dalam konteks ini akan  didefinisihkan secara operasional sehingga dapat dipahami lebih membumi sedangkan pendekatan modern pekerjaan sosial akan di artikulasikan kedalam wacana keilmuan modern pekerjaan sosial.

Pemahaman Agama
Suatu definisi yang dapat mewakili secara keseluruhan tentang agama yang begitu banyak ragam dan jenisnya bukanlah mudah bahkan mungkin tidak dapat dilakukan. Namun mendefinisikannya haruslah tetap dilakukan untuk dapat membatasi arah sesuai tujuan pendefinisian dimaksud. Dalam kaitan itu, ada beberapa pendapat yang akan dikemukakan dalam tulisan ini.
Agama bagi Giddens (2005)[2] adalah media pengorganisasian bagi kepercayaan yang tidak sekedar satu arah. Bukan hanya iman dan kekuatan religius yang menyediakan dukungan yang secara takdir dapat dijadikan sandaran: Demikian juga para fungsionaris keagamaan. Yang terpenting adalah bahwa kepercayaan religius biasanya menginjeksikan reliabilitas  ke dalam pengalaman pelbagai peristiwa dan situasi dan dari suatu kerangka
            Agama juga disinonimkan dengan Religion berasal dari kata Latin “religio”, berarti  “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’.
Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan  yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
Berangkat dari beberapa pemahaman diatas, dapat ditarik beberapa point tentang pengertian agama bahwa agama adalah kodifikasi kepercayaan, praktik ibadat, hukum etika, keanggotaan   denominasi, eksternal dan memasukkan spiritualitas di dalamnya. Penegasan yangingin ditekankan pada pemahaman keagamaan disini adalah bahwa konsekwensi pemahaman keagaman yang kaku dan tidak bersifat scientific justru akan memunculkan berbagai stigmatisasi negative terhadap peran penting agama dalam relasi kemanusiaan sesuai mandat pekerjaan sosial. Stigmatisasi tersebut berpandangan bahwa agama adalah dogmatism, rigidity dan gender biasexcessive self-blaming,  Fatalistik dan status quo serta  dianggap tidak peduli dengan urusan kekinian di dunia.



Urgensi psikologi sosial dalam dakwah

Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwah karena psikologi sosial mempelajari tentang penyesuaian diri manusia yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial.

Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial, sejak lahir ia memerlukan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang lain.

Masyarakat merupakan sasaran dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat dari berbagai segi: segi sosiologis berupa masyarakat terasing, desa atau kota marginal atau kota besar, segi structural berupa masyarakat pemerintah dan keluarga. Segi sosio structural berupa golongan priyai dan santri. Segi tingkat usia, golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Segi okupasional (profesi atau pekerjaan) petani, pedagang dan pegawai dan sebagainya.

Segi sosial-ekonomis berupa orang kaya dan orang miskin, segi jenis kelamin, pria dan wanita segi masyarakat khusus berupa ; tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.

Masyarakat dalam perkembangannya di pengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:

a. Pengaruh Budaya

Secara umum, kebudayaan meliputi segala sesuatu yang dihasilkan dari cipta rasa dan karsa manusia yang bersifat materi (pakaian, Rumah, mobil dan sebagainya) maupun yang bersifat non materil seperti norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan lain-lain.

Kebudayaan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Faktor Geografis : tempat tinggal suatu masyarakat seperti pendesaan, pegunungan, perkotaan dan sebagainya.

2. Faktor Keturunan : masyarakat keturunan adam dan hawa berkembang menjadi miliaran manusia dengan ciri khas yang berbeda

3. pengaruh dari dunia luar : perpindahan bangsa ke bangsa lain mengakibatkan budaya asli luntur dan bercampur.

b. Organisasi Sosial

Organisasi sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan kepercayaan dalam lingkup yang lebih besar Negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya bersikap dan berperilaku.

Untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan dakwah maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Diperlukan dakwah dan strategi yang jitu, sehingga perubahan yang ada akibat dakwah tidak terjadi secara frontal, tetapi bertahap sesuai bertahap sesuai fitrah manusia.

2. Dakwah islam seharusnya dilakukan dengan menyejukkan, mencari titik persamaan bukan perbedaan, meringankan bukan mempersulit, menggembirakan bukan menakut-nakuti.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungan dengan situasi situasi sosial.

2. Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwah karena psikologi sosial mempelajari tentang penyesuaian diri manusia yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial.

DAFTAR PUTAKA

Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (jakarta: Prenada Media, 2003)




[1] Lihat Zasstrow dalam Edi Suharto, Membangun Masyarakatm, Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung : Revika Aditama, 2005) h

 [2] Lihat Anthoni Giddens, Konsekwensi-Konsekwensi Modernitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005)

No comments: