Pengendalian Dalam Kepemimpinan
1.
Kepemimpinan
Dalam kepemimpinan jelas adanya
masalah hubungan manusia atau antar insani (Hablum – Minannas). Hubungan dan
perkalian antar individu itu sebagai kemanusiaan berlangsung antara pemimpin
dengan orang – orang yang dipimpinnya. Disamping itu termasuk juga kemampuannya
menciptakan dan membina hubungan manusiawi yang efektif antara sesama
orang-orang yang dipimpinnya.
Ø
Pengendalian
Dalam Kepemimpinan
Dalam
kepemimpinan ada yang namanya pengendalian sebagai salah satu fungsi dari
manajemen di sebuah kepemimpinan. Kegiatan pengendalian di dalam sebuah
kepemimpinan itu bermaksud untuk mendapatkan respon yang bermakna atau sesuai
dengan yang diinginkan pemimpin, dari semua anggota kelompok / organisasi,
disamping itu apabila organisasi memiliki program kerja, berarti juga respon
tersebut harus merupakan realisasi kegiatan – kegiatan yang telah dirumuskan di
dalam program tersebut. Wewenang yang dimiliki pemimpin, bukan jaminan bahwa
pemimpin secara otomatis yang dimiliki pemimpin, bukan jaminan bahwa pemimpin
secara otomatis dapat melakukan kegiatan pengendalian.
Kegiatan
mengendalikan organisasi sangat tergantung pada kemampuan membina dan mengelola
orang – orang yang dipimpin agar menjadi suatu regu (team) yang kompak.
Kegiatan tersebut berfungsi untuk menyatukan perasaan dan pikiran setiap
anggota-anggota.
Fungsi
pengendalian sangat di butuhkan dalam kepemimpinan yaitu:
·
Menciptakan
suatu mutu yang lebih baik, dengan pengendalian dapat ditemukan suatu proses
atau menyimpang dan kemudian dapat di koreksi.
·
Dapat
menciptakan sebuah siklus yang lebih cepat.
·
Untuk
mempermudah pendelegasian dan kerja tim.[1]
Yang
jelas sebelum mengambil keputusan untuk pengendalian sebuah masalah, sangat
dibutuhkan yang namanya musyawarah, agar terwujudnya kebersamaan dengan tertentu.
Ø
Tujuan
– Tujuan itu adalah
1.
Untuk
mengumpulkan informasi, pemikiran (pengetauhan), fakta – fakta,
pendapat-pendapat dan saran – saran dalam melaksanakan tugas pokok atau program
kerja organisasi.
2.
Untuk
mengevaluasi pelaksanaan program kerja / tugas pokok organisasi.
3.
Untuk
memecahkan masalah yang dihadapi organsasi.
4.
Untuk
menyampaikan informas perintah (intruksi), petunjuk, bimbingan dan pengarahan
pada sebahagian atau semua anggota organisasi.
5.
Untuk
menghindari jurang komunikasi (Communication Gap) antara pimpinan dengan sesama
anggota organisasi.
Pemimpin suatu organisasi tidak
saja menghadapi masalah hubungan manusiawi antara dirinya dengan anggota
organisasi, tetapi juga dalam menciptakan, membina dan mengembangkan hubungan
manusiawi antar sesama anggota organisasi. Dalam suasana hubungan manusiawi yang efektif,
selalu terbuka peluang untuk memotivasi anggota organisa si agar bekerja sma dalam
melakukan kegiatan/pekerjaan yang terarah pada tujuan organisasi. Kerja sama tidak akan terwujud jika
tidak ada kegiatan/pekerjaan yang harus/perlu dikerjakan, yang bersumber dari keputusan
- keputusan pemimpin organisasi atau unit/bidang masing – masing.
Keputusan pada dasarnya berarti
hasil akhir dalam mempertimbangkan sesuatu, yang akan dilaksanakan secara
nyata. Keputusan dapat diartikan juga hasil terbaik dalam memilih satu diantara
dua.
Pengambilan atau penetapan
keputusan (de – cission making) yang disebut pertimbangan atau mempertimbangkan
itu. Merupakan proses atau rangkaian kegiatan menganlisis berbagai fakta.
Informasi, data dan teori / pendapat yang akhirnya sampai pada satu kesimpulan
yang dinilai paling baik dan tepat. Pengambilan keputusan dapat dilakukan
sendiri dan dapat pula dengan bantuan atau pengikutsertaan orang lain.
Dilingkungan suatu organisasi
secara konvensional diterima ketentuan, bahwa pengambilan keputusan merupakan
wewenang (hak dan kewajiban) pucuk pimpinan. Dengan kata lain wewenang adalah
hak yang dimiliki oleh seseorang sebagai pimpinan dalam mengambil keputusan
yang akan diwujudkan menjadi kegiatan di lingkungan suatu organisasi.
Wewenang dapat dilimpahkan oleh
pucuk pimpinan kepada para pimpinan yang tingkatan atau jenjangnya lebih
rendah.
Penerima wewenang harus mengetauhi
secara tepat tentang keputusan dan kegiatan apa yang boleh ditetapkan atau
dilaksanakannya, meskipun telah ada pembagian/ pembidangan kerja berdasarkan
struktur organisasi. Demikian pula harus jelas pula kepada siapa wewenang itu
dilimpahkan diantara unit yang sama atau tidak sama jenjangnya di lingkungan
suatu organisasi. Kejelasan itu sangat penting untuk memperlancar proses
pengambilan keputusan dan tidak terjadi kesimpangan atau tumpang tindih
kewenangan. Disamping itu akan sangat besar pengaruhnya pada keseluruhan
pelaksanaan volume kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Pelimpahan wewenang harus disertai
pelimpahan tanggung jawab, agar tidak dipergunakan secara keliru atau
semena-mena.
Selanjutnya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab secara
empiris dilingkungan suatu organisasi. Akan banyak memberikan manfaat bagi
perwujudan kepemimpinan yang efektif. Manfaat itu antara lain adalah :
1. Pucuk
pimpinan memperoleh kesempatan yang cukup luas untuk memikirkan keputusan dan
melaksanakan tugas-tugas yang prinsip da penting saja.
2. Setiap
keputusan dan perintah melaksanakannya sebagai tugas, dapat ditetapkan dan
dilakukan pada jenjang kepemimpinan yang tepat.
3. Keputusan
– keputusan dapat ditetapkan secara tepat, tanpa kekhawatiran terjadi
penyalahgunaan wewenang, karena setiap pemimpin berkewajiban menyampaikan
pertanggung/jawbannya.
4. Memperbesar
partisipasi dan meningkatkan dedikasi, loyalitas dan moral kerja, karena setiap
anggota organisasi merasa ikut berperan serta dengan posisinya masing – masing.
5. Mendorong
dan mengembangkan motivasi untuk kreatif, berinisiatif dan berprestasi di
bidang masing-masing.
6. Menghilangkan
sifat dan sikap bekerja menunggu perintah atau keputusan pucuk pimpinan.
7. Pelaksanan
pekerjaan tidak terhambat, meskipun pucuk pimpinan berhalangan atau tidak
hadir.
8. Pucuk
pimpinan berkesempatan mempersiapkan kader pimpinan.
Dari uraian – uraian singkat
tersebut diatas jelas bahwa dalam kepemimpinan ajaran islam mengutamakaan
proses pengambilan keputusan yang
aporiori, tanpa mengabaikan pentingnya proses yang bersifat apotriori.
3. Hubungan
Manusiawi dalam kepemimpinan
Untuk mengawali uraian ini,
sepatutnya untuk disimak dan dihayati firman Allah SWT dalam surat Al-Hujurat
ayat 13 yang mengatakan sebagai berikut:
r'¯»t
â¨$¨Z9$#
$¯RÎ)
ä3»oYø)n=yz
`ÏiB
9x.s
4Ós\Ré&ur
öNä3»oYù=yèy_ur
$\qãèä©
@ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ)
öä3tBtò2r&
yYÏã
«!$#
öNä39s)ø?r&
4 ¨bÎ)
©!$#
îLìÎ=tã
×Î7yz
ÇÊÌÈ
13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Firman Allah SWT itu memberitahukan bahwa manusia tidak dapat
hidup sendiri dan menyendiri di muka bumi.Manusia antara satuu dengan yang lain
saling membutuhkan.Oleh karena itu
manusia memerlukan hubungan manusiawi yang efektif untuk saling kenal-mengenal.
Dalam hubungan manusia dapat saling
membantu dalam usahanya mencari ridha
Allah SWT menjadi umat- Nya yang bertagwa.dengan hubungan manusiawi yang efektif itu pula manusia akan mcmperoleh kemuliaan dan saling memuliakan,
sebagai mahkluk Allah SWT yang terbaik dimuka bumi.
Di lingkungan umat Islam setiap pemimpin memikul kewajiban dan
tanggung jawab menciptakan dan membina. Hubungan manusiawi yang efektif, tidak
saja dalam kepemimpinan bidang keagamaan, tetapi juga dalam semua bidang
kehidupan. Upaya mewujudkan kewajiban dan tanggung jawab itu semakin penting
nilai dan artinya, jika dilakukan oleh seorang pemimpin berdasarkan kesadaran
bahwa umat Islam bersaudara antara yang satu dengan yang lainnya. Bersaudara
sesamanya meskipun berbeda suku atau bangsanya, dan berbeda Pula status social
ekonominya. Demikian pula bersaudara sesamanya, meskipun yang satu menjadi
pemimpin, sedang yang lainnya adalah orang yang dipimpin.
Antara pemimpin dan orang yang
dipimpin terjalin hubungan manusiawi yang efektif dan diridhai Allah SWT.
Hubungan itu tidak sepatutnya dipergunakan sebagai alat untuk mempersulit orang
lain dalam melaksanakan tugas/kegiatannya, dengan menggunakan kewenangan atau
kekuasaan sebagai pemimpin. Selanjutnya akan menjadi lebih buruk lagi, jika
tugas/kegiatan orang tersebut sebenarnya bermaksud mengajak berbuat kebaikan
sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Allah SWT.
Hubungan manusiawi yang efektif dan
diridhai Allah SWT didalam suatu kelompok/organisasi hanya akan terwujud bila
mana pemimpin merupakan orang yang beriman. Untuk itulan melalui surat Ali
Imran ayat 118, Allah SWT telah menurunkan firman-Nya yang bersifat peringatan,
Firman-Nya itu berbunyi sebagai berikut:
Peringatan yang tegas di dalam
firman Allah SWT tersebut diatas, tidak sepatutnya diabaikan oleh setiap umat
islam. Dengan mematuhi firman tersebut berarti setiap pemimpin dan orang yang
dipimpin menyadari, bahwa hanya diantara sesama orang yang beriman pada Allah
SWT, dapat diwujudkan hubungan manusiawi, yang memungkinkan kepemimpinan
berlangsung efektif. Sebaliknya harus disadari pula bahwa akan banyak hambatan
dan kesulitan yang dihadapi pemimpin dari orang yang dipimpin.
Uraian-uraian diatas memberikan
gambaran pentingnya hubungan manusiawi (Hablum-Minannas) dalam kepemimpinan,
dengan prinsip pokok perwujudannya telah diberikan pedoman atau tuntunannya
oleh Allah SWT. Petunjuk dan tuntunan yang bersifat prinsipil itu bilamana
diterjemahkan secara empiris,maka hubungan manusiawi dalam kepemimpinan berarti
kemampuan dan cara seorang pemimpin dalam memperlakukan orang-orang yang
dipimpinnya.
Hubungan manusiawi bukan tujuan,
tetapi merupakan alat dalam mewujudkan proses kepemimpinan, yang harus terus
dibina karena merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada dinamika
kelompok/organisasi untuk itu perlu dibedakan dua bentuk hubungan manusiawi
sebagai berikut:
1. Hubungan
Manusiawi Efektif (positif)
Hubungan ini ditandai dengan
kesedihan saling mendekat,karena menyenangkan kedua belah pihak yang saling
berinteraksi. Dalam kepemimpinan hubungan ini mendorong tumbuhnya kemauan ikut
berpartisipasi (sense of partisipasiton) dalam melaksanakan berbagai kegiatan
organisasi kebersamaan itu akan menimbulkan perasaan ikut memiliki (sense of
belonging) terhadap organisasi dan seluruh kegiatannya. Pada giliran berikutnya
akan timbul pula perasaan ikut bertanggung jawab (sense of responsibilitty)
atas keberhasilan kelompok/organisasi dalam mewujudkan tujuannya. Gejala
hubungan manusia efektif ini terlihat pada tingkah laku individual berupa
kesediaan secara aktif menyampaikan kreativitas, inisiatif. Pendapat dan saran
untuk perkembangan dan kemajuan organisasi. Disamping itu selalu aktif pula
melaksanakan berbagai kegiatan/pekerjaan, baik secara perseorangan maupun dalam
bentuk kerja sama dengan anggota organisasi lainya.
2. Hubungan
Manusia Tidak Efektif (Negatif)
Hubungan inin ditandai kehendak
untuk saling menjauh karena tidak menyenangkan salah satu atau kedua belah
pihak yang saling berinteraksi. Dalam kepemimpinan hubungan manusiawi in
menimbulkan peraasan seperti orang luar, yang merasa tidak ikut bertanggung
jawab pada organisasi dan kegiatannya dengan demikian juga cenderung menolak
untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi.
Gejalanya dalam tingkah laku individual terlihat pada keengganan dan tidak
pernah menyampaikan kreativitas, pendapat dan saran yang berguna bagi
organisasinya. Disamping itu juga cenderung menghindari pelaksanaan berbagai
pekerjaan/kegiatan. Baik yang harus dikerjakan sendiri maupun bersama anggota
organisasi lainnya.
Berarti
kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud dalam hubungan manusiawi yang
efektif pula. Oleh karena itu pemimpin perlu memiliki kemampuan dan sifat-sifat
kepribadian yang mendukung usahanya mewujudkan hubungan manusiawi efektif. Oleh
karena pentingnya hubungan manusiawi yang efektif.
Untuk
mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif, para pemimpin harus mampu
memperlakukan orang yang dipimpinnya sebagai subyek, yang sama derajatnya
dengan dirinya. Manusia bukan dan tidak sepatutnya dijadikan obyek, sebagaimana
layaknya sebuah benda mati, yang dapat diperlakukan sekehendak hati manusia. Setiap
manusia sebagai individu memiliki pikiran, perasaan, kehendak/keinginan, batas
kemampuan dan lain – lain yang juga dimiliki oleh pemimpin dan orang yang
dipimpinnya.
No comments:
Post a Comment