BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nilai
gizi bahan pangan tidak hanya ditentukan dari segi kuantitas (jumlah), namun
juga dientukan oleh kualitas gizi yang dikandungnya. Zat gizi merupakan
nutrien-nutrien yang terkandung dalam bahan pangan. Nutrien yang membentuk
bahan pangan dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, mineral maupun vitamin.
Protein
sebagai salah satu nutrien bahan pangan dapat berfungsi sebagai pengganti
komponen tubuh yang rusak maupun sebagai sumber energi. Tingginya nilai protein
dalam makanan dapat ditentukan dengan melihat kandungan asam amino pembentuk
dan daya cerna protein. Daya cerna protein dapat menentukan ketersediaan
asam-asam amino secara biologis. Asam amino terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino
yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga diperlukan asupan dari luar. Asam
amino non-esensial dapat dibentuk oleh tubuh. Sumber protein yang diperlukan
oleh tubuh berasal dari hewani, nabati dan protein non konvensional. Protein
hewani dapat berasal dari daging maupun telur yang dihasilkan oleh ternak.
Daging sebagai sumber protein, akan mengalami proses pengolahan
sebelumdikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan disamping meningkatkan nilai
tambah juga dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan penerimaan terhadap
produk dan menganekaragamkan produk olahan pangan.
Proses pengolahan selain dapat meningkatkan
daya cerna protein, juga dapat menurunkan nilai gizinya. Peningkatan daya cerna
protein pada proses pemasakan dapat terjadi akibat terdenaturasinya protein dan
terhentinya aktivitas senyawa-senyawa anti nutrisi. Penurunan nilai gizi
protein daging dapat disebabkan oleh perlakuan suhu yang tidak terkontrol yang
dapat merusak asam-asam amino protein daging. Oleh karena itu, perlu perlakuan
yang tepat dalam pengolahan daging, mengingat daging merupakan bahan pangan
sumber protein. Daging merupakan bahan pangan yang relatif lebih mahal
jikadibandingkan dengan sumber protein yang lain.
2
Banyak bahan makanan
yang sudah dipanen mengalami kerusakan karena tidak tahan lama. Saat ini,
seiring dengan perkembangan teknologi, banyak cara ditemukan agar bahan makanan
yang sudah siap dikonsumsi dapat bertahan cukup lama dengan kualitas yang cukup
baik. Laporan ini mengulas bagaimana cara mengolah dan mengemas hasil
pangan yang sudah agar menjadi produk olahan dan agar tetap dapat dikonsumsi
dalam jangka waktu panjang dengan kualitas yang tetap baik. Pengolahan yang
dimaksud dimulai dari proses termal, blansing, sterilisasi termal,
pasteurisasi, pengeringan, pendinginan dan pembekuan, ekstrusi, kristalisasi,
pengawetan nontermal, serta pengolahan kimiawi.
3
Keinginan manusia untuk
mendapatkan makanan yang berkualitas rupanya tak pernah terpuaskan. Dibatasi
oleh kesulitan untuk senantiasa menyiapkan dan menyantap makanan segar, manusia
mengembangkan berbagai produk pangan awetan. pangan untuk dapat melahirkan
suatu bentuk teknologi baru. Semua ini tentu berawal dari hal produk olahan
yang biasa seperti pengolahan sari buah dan sayur dalam kaleng, pengolahan
rempah bubuk, teknologi pengolahan pangan hewani, teknologi pengolaha kedelai,
dan pengolahan pangan semi basah. Dari hal umu inilah nantinya akan
dikembangkan produk – produk baru yang lebih mutakhir. Intinya dari
praktikum Teknologi Pengolahan ini adalah kita harus tahu terlebih dahulu
prinsip – prinsip awal dari pengolahan pangan, baik itu sterilisasi,
pasteurisasi, pembekuan, blansir, pemanasa, dan sebagainya.
1.2 Tujuan
Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat
–sifat fisik dan kimia, buah dan sayur hasil pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sari
buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan di dasar
botol. Hal tersebut tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen (Muchtadi : 1977).
Sari buah merupakan hasil pengepresan atau
ekstraksi buah yang sudah disaring. Pembuatan sari buah terutama ditujukan
untuk meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari
buah dari tiap-tiap jenis buah meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi
prinsipnya sama (Kemenristek RI : 2010).
Sayur kacang-kacangan dalam kaleng merupakan hasil olahan
kacang-kacangan yang diawetkan dengan bumbu-bumbu, 1% garam dan 7,5% gula.
Formulasi bahan-bahan tersebut bervariasi tergantung pada kesenangan konsumen.
Produk ini sudah mulai populer di masyarakat, karena merupakan makanan instan (Berlian dkk, 1994)
Sayur kacang-kacangan dalam kaleng dapat
disimpan pada suhu kamar sekitar dua tahun atau lebih dan dapat dihidangkan
sebagai sayur kare, sayur lodeh, pelengkap bestik, gado-gado, sayur asam, dan
sebagainya (Cahyono, 2001)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat : Pisau, timbangan, penggaris, jangka sorong,
micrometer, penetrometer, stop wacth, erlenmayer, buret, blender. pH meter,
refraktometer, labu ukur loupe.
Bahan-bahan : Apel, mangga, jeruk,
pepaya, nenas, alpokat, bengkuang, wortel, kubis, selada, bayam, mentimum,
buncis, sawi, kacang panjang, biji-bijian, umbi-umbian, minyak atau lemak,
larutan NaOH 0,1 N, larutan phenofthalin, larutan kanji 1 %.
2.2 Cara Kerja
a) Aroma, warna dan rasa.
Amati warna, aroma,
dan penampakan umum semua bahan yang sedediakan. Khusus buah, dilakukan
pencicipan untuk rasanya, catat semua hasil pengamatan dan pencicipan untuk
mengetahui rasanya. Catat semua hasil pertanian dan pencicipan yang termasuk
juga adanya cacat atau penyimpangan.
b) Berat.
Timbang bahan yang
telah disediakan dengan timbangan. Catat masing-masing bahan.
c) Ukuran
Ukur panjang, lebar,
dan tinggi/lebar masing-masing buah dan sayur dengan menggunakan penggaris,
jangka sorong dan micrometer skrup.
d) Kekerasan
Lakukan pengamatan
terhadap kekerasab bahan secara subjecktif dengan cara dipijit menggunkan jari
tangan. Ukur kekerasan secara subjecktif menggunakan micrometer. Pengukuran
dilakukan sebanyak 5 kali pada titik yang berbeda. Angka diperoleh di
rata-ratakan. Kekerasan bahan dinyatakan dalam
satuan mm per 10 detik dengan berat beban tertentu yang dinyatakan dalam
gram.
e) Keasaman (pH)
Hancurkan bahan
sebanyak 100 gr dengan menggunakan blender. Untuk bahan yang kadar airnya
relatif rendah, tambahkan destilata sebanyak 100 ml kedalam blender sebelum
bahan dihancurkan. Ukur pH hancuran bahan menggunakan pH meter sebanyak 3 kali
kemudian nialinya dirata-ratakan.
f) Padatan terlarut
Hancurkan bahan
sebanyak 100 gram menggunakan blender. Saring hancuran bahan yang diperoleh
dengan kertas saring. Teteskan filtrat pada prisma refraktometer dan baca skala
refratometer yang menunjukkan kadar padatan terlarut. Jika sebagian besar
padatan terlarut contoh gula, maka hasil pembacaannya dinyatakan sebagai
derajat brix.
g) Total asam
Hancurkan bahan
sebanyak 100 gr menggunakan blender dengan penambahan 100 ml air destilata.
Masukkan hancuran ke dalam labu takar sebanyak 250 ml. Encerkan sampai tanda
tera dengan air destilasi yang digunakan sebagai pembilas blender. Saring
dengan kertas saring. Tiltrasi filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml dengan
larutan NaOH 0,1 N per 100 g bahan.
h) Vitamin C.
Titrasi 25 ml filtrasi untuk pengukuran
total asam tertitrasi dengan larutan iod 0,01 N. Tambahkan indikator kanji pada
fitrat sebelum titrasi. lakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna yang
stabil (terbentuk warna biru ungu)
ml iod 0,01 N x 0,88 x px 10
Berat bahan (gr)
P = faktor pengencer
i)
Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan.
Buah ditimbang, kemudian kupas dan
pisahkan antara bagian yang dapat dimakan dengan bagian yang tidak dapat
dimakan. Tentukan presentasi bagian yang dapat dimakan dan terbuang terhadap
berat utuh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Pada praktikum bahan dasar dan dasar-dasar pengolahan kali
ini, praktikan melakukan percobaan pengenalan bahan pangan sayur dan buah. Pada
praktikum kali ini, yang diamati adalah buah dan sayur.
Mengamati Ciri-ciri Berbagai buah dan sayur. Tabel 1.
Ciri-ciri buah dan sayur. Warna (putih) Aroma,Tekstur
(lembut) Pada praktikum ini, diamati berbagai jenis buah dan sayur.
Tabel
1. . Jenis-
Jenis Susu Yang Diamati Adalah buah dan sayur
Parameter
|
Mangga
|
Jeruk
|
Terong
|
Kangkung
|
Sawi
|
Warna
|
Hijau
|
Kuning
|
Ungu
|
hijau
|
Hijau
|
Aroma
|
wangi
|
Harum
|
Aroma terong
|
langu
|
Aroma sawi
|
Rasa
|
Manis + asam
|
Manis + asam
|
Pahit
|
pahit
|
pahit
|
Kekerasan
|
keras
|
Lembek
|
Keras
|
keras
|
keras
|
% yang dapat dimakan
|
151,03 gr
|
87,88 gr
|
121,43 gr
|
60,36 gr
|
49,50 gr
|
% yang terbuang
|
103, 78 gr
|
22,74 gr
|
6,53 gr
|
39,17 gr
|
25,77 gr
|
Total asam
|
2,30
|
0,0128 %
|
0,0192 %
|
0,04864 %
|
0,3298 %
|
Ph
|
2,30
|
3,68
|
5,85
|
7,2
|
7,15
|
panjang
|
100 mm
|
45 mm
|
180 mm
|
30 cm
|
250 mm
|
diameter
|
83 mm
|
60 mm
|
38,3 mm
|
0,7 mm
|
0,7 mm
|
3.2
Pembahasan
Ø Dari hasil pengamatan dapat
dilihat bahwa buah dan sayur.
Praktikum objek
sterilisasi sayuran dan buah ini
menggunakan sampel sayuran sawi, kangkung dengan masing-masing, prosedur kerja
sesuai dengan modul pelaksanaan praktikum.
Pada tahap ini sayuran yang akan kami
lakukan sterilisasi yaitu sayur kangkung, sawi dan mangga, jeruk, terong
Secara
keseluruhan dari pelaksanaan praktikum berjalan lancar, hasil dari pengamatan
dari penyimpanan tidak ada diamati oleh kelompok kami. Seperti uji kevacuman
dan uji yang lain-lain.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat di simpulkan
bahwa:
Tiap buah dan sayur
mempunyai sifat yang berbeda. Perbedaan tingkat kematangan juga menyebabkan
berbedanya fisik dan sifat kimia. Sayur-sayuran mempunyai indeks limbah yang
sangat rendah dibandingkan dengan buah-buahan. Pada umumnya sayuran daun lebih
berpori dari pada sayur-sayuran terpendam dan buah-buahan.
Pada sayuran segar,
selama penyimpanan terjadi perubahan kimiawi yang akan mengubah penampila,
citarasa dan kualitasnya. Perubahan itu disebabkan oleh enzim.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Wilkipedia Indonesia, (online), http: http://www.timah.com /ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia htm? Diakses
tgl 12 Agustus 2007.166-168.
Ariyanti, N. D. 2003. Sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik
abon ayam kampung dengan penambahan kunyit selama penyimpanan. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 1995b. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Dewan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1995c. SNI 01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Berlian V.A, N., Rahayu, E., 1994, Budidaya Polong Pucuk dan Baby Kapri,
Penebar Swadaya, Jakarta, 3-5, 12, 33-34. Budavari, S., 1996, The Merck
Index, Twelfth Edition an Encyclopedia of Chemicals, Drugs and Biologicals,
Merck Research Laboratories Division of Merck & Co., Inc., Whitehouse
Station,
Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia, Jakarta, 142-147.Lehninger,
A. L. 1998a. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan: M. Thenawidjaja.
Erlangga, Jakarta.
NJ. Cahyono, B., 2001, Kacang Buncis Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha
Tani, Kanisius, Bogor, 9-11, 13-15. Darmono, 1995, Logam Dalam
Sistem Biologi Makhluk Hidup, Universitas Indonesia, Jakarta, 96-97.
Narsito, 1990, Dasar-Dasar Spektrofotometri Serapan Atom,
Laboratorium Analisis Kimia dan Fisika Pusat, Yogyakarta, 16-31, 42. Olson,
Kent R., Poisoning And Drug Overdose, University of California, San Francisco,
No comments:
Post a Comment