PENGERTIAN,
PRINSIP DAN UNSUR
MANAJEMEN DAKWAH
Jika dilihat dari segi bahasa pengertian Manajemen Dakwah
memiliki dua pengertian. Pertama pengertian Manajemen dan kedua pengertian
Dakwah.
Pertama pengertian manajemen, secara etimologis, kata
manajemen berasal dari bahasa inggris, management, yang berarti
ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan. Artinya manajemen adalah
sebagai suatu proses yang diterapkan oeh individu atau kelompok dalam
upaya-upaya koordinasi dalam mencapai suatu tujuan.
Dalam bahasa Arab istilah manajemen diartikan sebagai
an-nizam atau at-tanzim, yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala
sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya.
Pengertian tersebut dalam sekala aktivitas juga dapat
diartikan sebagai aktivitas menertibkan, mengatur dan berpikir yang dilakukan
oleh seseorang, sehingga ia mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala
sesuatu yang ada di sekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadikan
hi Pengertian
yang kedua yaitu pengertian dakwah, secara etimologis, dakwah berasal dari
bahasa Arab, yaitu da'a, yad'u' da'wan, du'a,4 yang diartikan sebagai upaya
mengajak, menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini
sering diberi arti yang sama dengan istilah tabligh, amr ma'ruf nahyi munkar,
mau'idzah hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta'lim, dan khatbah.
Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan makna
dakwah islam yaitu sebagai kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang
lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan Istiqomah dijaln-Nya
serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.
Dari definisi manajemen dan dakwah tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pengertian Manajemen dakwah yaitu sebagai pproses perencanaan
tugas, mengelompokan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana
dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakan ke arah tujuan dakwahdup
selaras dan serasi dengan yang lainnya.
I.
PENDAHULUAN
Dakwah
adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup,
sikap bathin dan perilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi
sesuai dengan tuntutan syariat untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia.
Kegiatan dakwah bukan hanya mencakup sisi ajakan (materi dakwah) saja, tetapi
juga seluruh unsur yang terkait dengan dakwah yang dapat menjalankan secara
efektif tujuan dari apa yang dikehendaki oleh maksud dan tujuan dakwah itu
sendiri. Aktivitas dakwah dapat berjalan secara efektif bila mana apa yang
menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai, dan dalam pencapaiannya dikeluarkan
pengorbanan-pengorbanan yang wajar. Atau lebih tepatnya jika kegiatan dakwah
yang dilakasanakan mengandung unsur-unsur manajemen dakwah, maka pelaksanaan
dakwah dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan agar tujuan tercapai.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Unsur – unsur dakwah
2.
prinsip – prinsip manajemen dakwah
III.
PEMBAHASAN
A.
Unsur – Unsur Dakwah
1.
Da’i / Komunikator (Pelaku Dakwah)
Da’i
adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan
yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi atau
lembaga .
Masalah
yang menonjol dalam bidang ini adalah tentang kualitas, yaitu kurangnya
pendidikan, terbatasnya wawasan ke – Islaman, politik, sosial, ekonomi,
kemasyarakatan dan Iptek, disamping kurangnya latihan dan pengalaman sehingga
sering ditemui kekeliruan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Untuk itu
pelatihan untuk pelaku dan pengelola dakwah guna meningkatkan kemampuan
penalaran dalam rangka aktualisasi ajaran islam dan integritas diri perlu
diadakan secara reguler dan harus mendapat perhatian yang serius dari berbagai
pihak yang terkait.
Di
sisi lain untuk mendukung keberhasilan dan legitimasi pelaku dakwah selaku
komunikator, pelaku dakwah harus berupaya memiliki dan membina sifat – sifat
sebagai berikut ;
1.
Harus benar – benar istiqamah dalam keimanannya dan percaya seyakin – yakinnya
akan kebenaran agama islam yang dianutny untuk kemudian diteruskannya kepada
umat.
2.
Harus menyampaikan dakwahnya dengan lidahnya sendiri. Dia tidak boleh
menyembunyikan kebenaran, apalagi menukar kebenaran tersebut dengan nilai yang
rendah.
3.
Menyampaikan kesaksiannya tentang kebenaran itu, tidak saja dengan lidahnya,
tetapi sejalan dengan perbuatannya.
4.
Berdakwah secara jujur dan adil terhadap semua golongan dan kelompok umat dan
tidak terpengaruh dengan penyakit hati, seperti hasad, sombong, serakah, dan
sebagainya.
5.
Berdakwah dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah dan mengharap ridho – Nya.
6.
Menjadikan Rasulullah saw., sebagai contoh teladan, utama, dalam segenap
kehidupan baik pribadi maupun rumah tangga dan keluarga.
7.
Mempunyai keberanian moral dalam berdakwah, namun memahami batas – batas
keimanan yang jelas.
8.
Mengutamakan persaudaraan dan persamaan umat, sebagai wujud ukhuwah islamiyah.
9.
Bersifat terbuka, penuh toleransi, lapang dada dan tidak memaksa.
10.
Tetap berjihad dalam kondisi bagaimanapun dengan keyakinan bahwa Allah akan
berpihak kepada yang benar dan memberikan petunjuk untuk itu.
2.
Mad’u / Komunikan / Masyarakat (Penerima Dakwah)
Mad’u
yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun non Islam. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan
untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang orang
yang telah beragama Islam, dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, islam
dan ihsan .
Masalah
yang dihadapi dalam bidang ini sangat kompleks, meliputi hal – hal berikut :
1.
Masalah keimanan dan ketauhidan, yang semakin lemah dan banyak dicemari oleh
perbuatan syirik, khurafat dan takhayul, terutama di lapisan maasyarakat yang
kurang pendidikan agamanya.
2.
Masalah ekonomi, yang di pacu oleh krisis moneter dan kondisi kehidupan di
bawah garis kemiskinan, banyaknya pengangguran, sulitnya lapangan pekerjaan,
lemahnya etos kerja, dan keterampilan yang terbatas.
3.
Masalah sosial yang semakin menonjol seperti menurunya kepedulian antarsesama,
tenggang rasa yang semakin berkuarang, keluaraga yang tidak harmonis, kenakalan
remaja, prostitusi dan penyalahgunaan obat – obat terlarang dan sebagainya.
4.
Masalah budaya yang sekularistik dan hedonistik. Media komunikasi dan informasi
dengan teknologi yang semakin canggih telah membuat tanggul kekuasan moral dan
akhlak tak berdaya. Pergaulan bebas tanpa mengharapkan norma – norma agama
semakin merata terutama di kalangan remaja tindak kriminalitas, perkosaan, dan
pembunuhan telah menjadi berita harian, budaya sogok, korupsi, dan komisi
seperti telah menjadi kebutuhan yang dilegalkan.
Oleh
karenanya, objek dakwah sebaiknya diklasifikasikan agar memudahkan pelaksaanaan
dakwah. Apabila objek dakwah sudah jelas maka pelaku dakwah lebih mudah untuk
mengenal dan dapat mensinkronkan dengan kegiatan dakwah yang akan diproyeksikan.
Kegiatan dakwah yang punya korelasi dengan permasalahan kehidupan yang dihadapi
masyarakat akan menjadikan dakwah lebih berkesan dan menarik untuk diikuti.
3.
Maddah / Pesan (Materi Dakwah)
Materi
dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Dalam
hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu
sendiri.
Pada
dasarnya materi dakwah meliputi bidang pengajaran dan akhlak. Bidang pengajaran
harus menekankan 2 hal. Pertama, pada hal keimanan ketauhidan sesuai dengan
kemampuan daya pikir objek dakwah. Kedua, mengenai hukum – hukum syara’ seperti
wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Hkum – hukum tersebut tidak saja
diterangkan klasifikasinya, melainkan juga hikmah – hikmah yang terkandung di
dalamnya. Mengenai bidang akhlak harus menerangkan batasan – batasan tentang
mana akhlak yang baik, mulia, dan terpuji serta mana pula yang buruk, hina, dan
tercela.
Apabila
sasaran dakwah sudah dikenal, pesan akan lebih mudah disiapkan. Materi dakwah
dapat dibedakan menurut jenis atau kelompok objek dakwah.materi itu
dikelompokan dalam kemasan yang baik sehingga mempunyai bobot yang dalam dan
luas, lebih lagi yang menyangkut hukum-hukum islam dan kemasyarakatan, kadar
rasionalitas, aktual dan faktual serta argumen tatif perlu diperhitungkan,
karena tidak mustahil objek dakwah lebih menguasai dari pada pelaku
dakwah.semua materi dakwah itu tentu harus merujuk pada sumber pokok, yaitu
alquran dan sunnah rasulullah.bertolak dari materi yang disampaikan itu kegiatan
dakwah dalam bentuk implementatif mudah dilaksanakan sebagai relisasi
pengamalannya.
4.
Wasilah (Media Dakwah)
Kelengkapan
sarana dan prasarana dakwah sangat mempengaruhi keberhasilan dakwah, tidak saja
perangkat lunak dan keras seperti tempat, alat transportasi, dana, tenaga ahli,
dan alat bantu lainnya. Semua kelengkapan tersebut harus dalam keadaan siap
pakai dan dapat difungsikan sewaktu diperlukan, sehingga gerak dakwah tidak
hanya berputar pada lingkaran konsep dan progam dalam bentuk teori melainkan
betul-betul dapat diwujudkan secara aplikatif yang menyentuh kebutuhan umat.
Setelah
memperhatikan dan mencermati komponen manajemen dakwah diatas, dapat dipahami
bahwa komponen-komponen tersebut erat kaitannya dengan prinsip-prinsip dasar
organisasi dan manajemen dakwah yang telah diuraikan pada bab terdahulu baik
prinsip maupun komponen manajemen dakwah merupakan elemen-elemen pokok dalam
pelaksanaan kegiatan dakwah yang pada akhirnya lebih obtimal dan profesional.
Insya
Allah bila kita berusaha untuk memperbaiki metode dan strategi dakwah dalam
manajemen yang baik dan berkualitas, gerakan dakwah akan menjadi kekuatan moral
yang dapat diandalkan dalam membentengi umat dari pengaruh budaya-budaya asing
yang sekuler atheis. Gerakan kaum muda islam akan ramai menjadi mujahid –
mujahid dakwah bila pelaksanaan dakwah dapat diwarnai dengan iklim yang
kondusif, artinya berdakwah tidak hanya semat lisan, tetapi berkembang dan maju
memasuki wilayah peradaban yang menyeluruh. Begitu pula lokasi kegiatan dakwah
tidak hanya dimasjid, tetapi harus diperluas an diratakan hingga menjangkau
lapisan masyarakat yang untuk sementara hantinya belum dekat kemasjid, terutama
dikalangan oara remaja dan para intelektual. Keberhasilan manajemen dakwah
dalam memperluas jangkauannya insya allah dapat mempersempit ruang gerak
pengaruh budaya hidup modern yang materealistik dan hedonistik, karena memang
lahan dakwah yang subur merupakan tempat yang sulit bagi budaya maksiat dan
mungkarat untuk tumbuh dan berkembang, karena habitatnya bukan disana.untuk itu
kita perlu berjuang,dengan jihad yang sungguh-sungguh untuk menemukan jalan
menuju keberhasilan.
5.
Thariqoh (Metode Dakwah)
Metode
dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan
ajaran materi dakwah islam. Salah satu faktor yang menyebabkan belum efektifnya
pelaksanaan dakwah adalah karena metode yang dipakai masih bersifat tradisional
atau konvensional. Kita belum banyak mengembangkan metode dalam bentuk dialok
interaktif yang komunikatif, sehingga pengelolaan bentuk dakwah hanya menyentuh
aspek kognitif saja tanpa memperhatikan aspek – aspek afektif dan
psikomotoriknya. Dakwah yang masih dilakukan dalam bentuk penyajian yang
konvensional tanpa tajuk dan alat bantu akan mencapai sasaran yang sangat minim
dan sulit untuk dievalusai keberhasilannya. Makanya tidaklah berlebihan bila
dikatakan bahwa metode seperti ini didasari hanya akan memperpanjang masa
tertidur dalam kejenuhan dan kebodohan umat yang pada waktunya dapat mendorong
umat menjalin taklid, dan kehilangan daya kritis.
Sebenarnya
tema dakwah harus lebih ditekankan pada tema-tema yang mengacu pada
pemeliharaan dan pengembangan kualitas manusia sebagai mahluk yang mulia dan
terhormat.secara khusus tema-tema tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi objek atau sasaran dakwah.
Teknik
pendekatan yang dapat dikembangkan dalam aplikasinya antara lain sebagai
berikut.
a.
Pendekatan persuasif dan motivatif
Pendekatan
ini mengajak objek dakwah dengan rasa sejuk dan mendorong dengan semangat tinggi.
Dalam hal ini dedikasi pelaku dakwah dengan dinamika iman dan takwa yang mantap
sangatlah menentukan, karena dalam praktiknya pelaku dakwah harus mampu
menempatkan diri sebagai motivator yang baik, inisiator yang cerdas, dan
dinamisator yang terampil.
b.
pendekatan konsultatif
Dalam
hal ini antara pelaku dakwah dan onjek dakwah terjalin interaksi positif,
dinamis dan kreatif. Masing – masing mereka memerlukan sehingga pemecahan
masalah yang dihadapi objek dakwah mudah dilakukan karena ada hubunagn batin
yang bertolak dari jiwa dan semangat ukhuwah islamiyah.konsultatif juga berarti
bahwa pendekatan dilaksanakan melalui media konsultasi dalam prinsip ”bergaul
bersama berperan setara”.
c.
pendekatan partisipatif
Maksudnya
saling pengertian antara pelaku dakwah dengan objek dakwah tidak hanya terbatas
sampai pada tingkat pertemuan tatap muka saja, melainkan diwujudkan dakam
bentuk saling bekerja sama dan membantu dilapangan dalam memecahkan masalah
yang dihadapi, seperti yang dicontohkan oleh K.H.ahmad dahlan pendiri
muhammadiyah. Beliau dalam mengatasi masalah kemiskinan dan anak yatim tidak
hanya mengajarkan ayat – ayat mengenai penyantunan fakir miskin dan anak yatim
(QS. Al – Ma’uun), tetapi langsung mengajak objek dakwah mendirikan pantiasuhan
untuk anak yatim dan pengumpulan beras serta pakaian untuk dibagi-bagikan
kepada fakir miskin.
Pendekatan-pendekatan
tersebut dalam pelaksanaannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu
pendekatan yang bersifat reaktif dan yang bersifat proaktif. Pendekatan yang
bersifat reaktif, adalah pendekatan yang pasif, hanya melihat dan beranjak dari
sudut permasalahan yang tumbuh dan terjadi seketika. Dalam konteks ini
pemecahan masalah sering tidak tuntas. Sedangkan yang bersifat proaktif adalah
pelaksanaan dakwah dalam nuansa lain,yaitu kegiatan yang menantang dan
menelusuri dengan selalu bertanya, mengapa permasalahan itu timbul dan
terjadi?, apa penyebab dan apa solusinya, pendekatan proaktif sifatnya
akomodatif dan kooperatif, karena melibatkan potensi dan sumberdari berbagai
dimensi kekuatan, baik tenaga, pikiran, maupun dana yang dimenej dengan
manajemen modern. Sebenarnya pendekatan seperti inilah yang harus
diprioritaskan sebagai pilihan pertama dalam konteks dakwah masa kini. Meskipun
terlambat, namun lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Perlu
diingat bahwa pola ini telah lama menjdi garapan agama lain seperti kaum
nasrani dan yahudi, mereka terjun tidak hanya dikota-kota metropolitan yang
ramai dan banyak fasilitas, tetapi dengan penuh dedikasi mereka terjun sampai
dipelosok desa dan dusun dilereng gunung dan lembah yang jauh dari pusat
keramaian dengan fasilitas yang seadanya. Ternyata mereka lebih unggul dan
berhasil. Ini adalah sebuah tantangan.
Dan
juga telah dijelaskan dalam QS. An Nahl : 125. Bahwa ada tiga metode dakwah,
yaitu :
1)
Bi al Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasara
dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka.
2)
Mau’izatul Hasannah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat – nasihat atau
menyampaikan ajaran – ajran islam dengan rasa kasih sayang.
3)
Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan
membantah dengan cara yang baik.
6.
Atsar (Efek) Dakwah
Dalam
setiap aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Artinya, jika dakwah
telah dilakukan oleh seorang da’i dengan materi dakwah wasilah, dan thariqah
tertentu, maka akan timbul respons dan efek (atsar) pada mad’u (penerima dakwah).
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik. Atsar sangat besar
artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis
atsar dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan
pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis
atsar dakwah secara cermat dan tepat, maka kesalahan strategi dakwah akan
segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya.
Jalaluddin Rahmat menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan
pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan
dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek
afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau
dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap
serta nilai. Sedangkan efek behavioural merujuk pada perilaku nyata yang dapat
diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.
B.
Unsur-unsur manajemen dakwah
1.
Perencanaan dakwah: tahap ini meliputi membuat susunan materi dakwah yang akan
disampaikan kepada Mad’u. dan juga membuat susunan acara yang akan dilakukan
mulai dari awal hingga akhir acara tersebut.
2.
Pengorganisasian dakwah: tahap ini merupakan, tahap yang dimana segala anggota
penyelenggara acara berkumpul bersama dan saling bekerja sama dengan harapan
tujuan dakwah tersebut bisa sukses.
3.
Penggerakkan dakwah: tahap ini merupakan di mana segala anggota yang terlibat,
menjalankan tugasnya masing-masing sesuai dengan perencanaan kegiatan dakwah
yang telah dibuat bersama.
4.
Pengendalian dakwah: tahap ini merupakan suatu upaya mengatur jalannya acara,
agar acara tersebut berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
bersama. Jadi situasi acaranya bisa terkendali.
5.
Evaluasi dakwah: tahap ini merupakan suatu upaya melihat hasil / feedback yang
diberikan mad’u, setelah mad’u tersebut menerima pesan dakwah yang disampaikan
oleh Da’i .
C.
Prinsip – Prinsip Manajemen Dakwah
Prinsip
– prinsip yang di miliki manajemen dakwah yaitu sebagai berikut :
1.
Prinsip Konsolidasi
Prinsip
ini mengandung makna bahwa setiap organisasi dakwah harus selalu dalam keadaan
mantap dan stabil, jauh dari konflik, dan terhindar dari perpecahan, baik lahiriah
maupun batiniah.
2.
Prinsip Koordinasi
Prinsip
ini berarti organisasi dakwah harus mampu memperlihatkan kesatuan gerak dalam
satu komando. Ketertiban dan keteraturan merupakn ciri khasnya, karena prinsip
koordinasi mengisyaratkan betapapun banyaknya pembagian kelmpok kerja dan
jauhnya rentang kendali dalam medan yang luas, namun denyut nadinya tetap satu.
3.
Prinsip Tajdid
Prinsip
ini memberi pesan bahwa organisasi dakwah harus selalu tampil prima dan
energik, penuh vitalitas dan inovatif. Personal – personalnya harus cerdas dan
pintar membaca kemajuan zaman.tapi semua itu tetap dalam konteks perpaduan
iman, ilmu, dan amal.
4.
Prinsip Ijtihad
Prinsip
ini melahirkan ruh jihad dalam arti menyeluruh melalui penyalahgunaan nalar,
rasio, dan logika yang memadai dalam mencari interprestasi baru baik isi
kandungan al – Quran dan as sunnah. Ijtihad dalam pengertian sesungguhnya
adalah mencari berbagai terobosan hukum sebagai jalan keluar untuk mencapai
tujuan, sehingga ijtihad mampu memberikan jawaban terhadap bermacam – macam
persoalan kehidupan umat dari berbagai dimensi, baik politik, sosial, maupun
ekonomi.
5.
Prinsip Pendataan dan Kaderisasi
Prinsip
ini mengingatkan bahwa setiap organisasi dakwah harus berusaha mendapatkan
dukungan dana yang realistic dan diusahakan secara mandiri dari sumber – sumber
yang halal dan tidak mengikat. Disamping itu, organisasi dakwah dengan
manajemen yang baik juga harus kader yang andal dan propesional, sehingga tidak
terjadi kevakuman gerak dari waktu ke waktu. Kader yang diamkasud harus terdiri
dari tenaga – tenaga yang beriman dan bertakwa, berilmu, berakhlak dan
bermental jihad.
6.
Prinsip Komunikasi
Prinsip
ini memberikan arah bahwa setiap organisasi dakwah, pengelolaannya harus
komunikatif dan persuasif, karena dakwah sifatnya mengajak. Meskipun esensi
dakwah menyampaikan kebenaran dan kebenaran itu kadang kala keras dan pahit,
namun dalam penyampaiannya tetap dituntut bijaksana dan dengan bahasa
komunikasi yang mengena, sehingga betapapun pahitnya, umat tidak antipat melainkan
tetap dapat menerima dan memahami dengan akal yang sehat.
7.
Prinsip Integral dan Komprehensif
Prinsip
ini mengingatkan kepada kita bahwa pelaksanaa kegiatan dakwah tidak hanya
terpusat di masjid atau di lembaga – lembaga keagamaan semata, akan tetapi
harus integrasi dalam kehidupan umat dan menyentuh kebutuhan yang menyeluruh
dari segenap strata sosial masyarakat.
8.
Prinsip penelitian dan pengembangan
Kompleksitas
permasalahn umat harus menjadi kajian dakwah yang mendalam. Karena dakwah akan
gagal bila saja sudut pandang hanya terpusat pada satu sisi.
9.
Prinsip sabar dan Istiqomah
Nilai
– nilai sabar dan istiqomah yang digerakkan denagn landasan iman dan takwa
dapat melahirkan semangat dan potensi rohanaih yag menjadikan dakwah sebagai
kebutuhan umat.
No comments:
Post a Comment