A.
Pengertian Fana Dan Baqa.
Dari segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana menurut kalangan sufi
adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu
yang lazim digunakan pada diri.
Menurut istilah Fana artinya hilang atau hancur.
Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu
dengan Tuhan. Yang dimagsud dengan menghancurkan diri adalah menghancurkan hawa
nafsu, atau kesenangan material duniawi. Sedangkan Baqa
artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi dari
proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi untuk
mencapai ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses
penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut Al Fana yang diiringi oleh Al
baqa.
Dalam Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa
Fana adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan
sifat-sifat yang terpuji. Barang siapa yang menghilangkan sifat tercela maka
timbullah sifat yang terpuji. Jika sifat tercela menguasai diri maka
tertutuplah sifat yang terpuji bagi seseorang.
Pengertian Fana dan Baqa
menurut beberapa orang Tokoh
1.
Al-Qusyairi
Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela,
sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji.
2.
Junaid
al-Baghdadi
Tauhid bisa dicapai dengan membuat diri Fana dari
dirinya sendiri dan alam sekitarnya, sehingga keinginannya dikendalikan oleh
Allah.
3. Ibnu
Al Farabi
Fana dalam pengertian mistik adalah hilangnya
ketidaktahuan dan Baqa pengetahuan yang pasti/ sejati yang diperoleh dengan
intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
Fana dalam pengertian metafisika adalah hilangnya
bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlanjutnya substansi universal yang tunggal.
Hal ini ia simpulkan dengan hilangnya sesuatu bentuk pada saat Tuhan
memanifestasikan (tajalli)
diri-Nya dalam bentuk lain.
4. Abu Bakar M. Kalabadzi
Fana adalah suatu keadaan yang di dalamnya seluruh
hasrat atau keinginan luruh dan hancur darinya, sehingga para Sufi tidak
mengalami perasaan apa-apa, dan kehilangan kemampuan membedakan. Dia telah
luruh dari segala sesuatu, dan sepenuhnya terserap pada suatu yang menyebabkan
dia luruh. Baqa mengandung arti bahwa para Sufi itu meluruh dari sesuatu yang
menjadi miliknya.
B. Faham antara Fana seiring dengan
Baqa.
Proses penghancuran diri (Fana)
tidak dapat dipisahkan dari Baqa (tetap, terus hidup), maksudnya adalah
apabila proses penghilangan suatu sifat (Maksiat) dari dalam sifat manusia ,
maka yang muncul kemudian adalah sifat yang lainya (Taqwa) yang ada pada
manusia.
C. Tujuan dan kedudukan Fana dan
Baqa.
Tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan
secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya
Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, karena hal yang
demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana
merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari kehadiran Tuhan dalam
dirinya, dan lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan
Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan
fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu
tingkatan yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.
D. Tokoh
yang mengembangkan Fana dan Baqa.
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid al-Bustami
disebut-sebut sebagai Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan
Baqa. Nama kecilnya adalah Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam kalangan kaum Sufi. Sebagai paham Abu Yazid yang dapat
dianggap sebagai timbulnya Fana dan Baqa adalah:
“Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu
padanya melalui dirinya, maka aku pun hidup”
Abu Yazid adalah salah satu tokoh sufi yang telah melewati ma’rifah melalui
Fana dan Baqa.
E. Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an.
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman
Allah yang berbunyi:

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al-Kahfi :110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah SWT.
telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara
rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan
beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk
(Fana), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan
sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal
ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini:


Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan
binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (Q. S. Ar-Rahman: 26-27)
F. Kesimpulan.
Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang
sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang
mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat.
Secara singkat, Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah
berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai
penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang
disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa
merupakan hal.
Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan
Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Drs. H.
Nata Abuddin, M.A., Akhlak Tasawuf, Jakarta , 2008, Pt.
Garafindo Persada.
Elfalasy88’s Weblog.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar