OTORITAS
HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM; DALIL KEHUJJAHAN HADIST, PERDEBATAN SEPUTAR
KEHUJJAHAN HADIST, HUBUNGAN DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN
A.
DALIL KEHUJJAHAN
HADIST
Ada
beberapa dalil yang menunjukan atas kehujjahan hadist dijadikan sebagai sumber
hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Dalil
Al-Qur’an.
Banyak sekali
ayat-ayat Al-Qur’an yang yang memerintahkan untuk patuh kepada rasull dan
mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasull berarti perintah mengikuti
sunnah sebagai hujjah, diantaranya adalah:
a. Surah
An-Nisa’:136
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya
..............................”
b. Surah
Ali-Imran: 32

c. Surah At-Taghaabun:
12

Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan
taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami
hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Beberapa ayat diatas menunjukan bahwa kita
diperintahkan untuk taat kepada Allah dan mengikuti Rasull. Manusia tidak
mungkin bisa mengikuti jejak Rasull tanpa mengetahui sunnahnya.
2. Dalil
hadis.
Hadis yang
dijadikan sebagai hujjah juga sangat banyak sekali, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. “Aku tinggalkan pada kalain dua perkara,
kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab
Alllah dan sunnahku.” (HR. Al-Hakim dan Malik)
b. Saat
Rasulullah SAW hendak mengutus Mu’az bin jabal untuk menjadi penguasa di Yaman,
terlebih dahulu dia diajak dialog oleh Rasulullah SAW:
Rasull bertanya: “Bagaimana kamu menetapkan hukum bila
dihadapkan kepadamu sesuatu yang memerlukan penetapan hukum?”
Mu’az menjawab: “Saya akan menetapkan dengan kitab Allah SWT,”
lalu Rasull bertanya: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam
kitab Allah?”
Mu’az menjawab: “Dengan sunnah Rasulullah,”
Rasull bertanya lagi: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam
kitab Allah juga dalam sunnah Rasulullah?”
Mu’az menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri.”
Maka Rasulullah menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya mengatakan “Segala puji bagi Allah yang telah
menyelaraskan urusan seorang Rasull dengan sesuatu yang Rasull kehendaki.”
(HR. Abu Daud dan Al-Tarmidzi)
c. “Wajib bagi sekalian berpegang teguh
kepada sunnahku dan sunnah khulafa ar-sasyidin (khalifah yang mendapat
petunjuk), berpagang tegulah kamu sekalian denganya.” (HR. Abu Daud
dan Ibn Majah)
Hadist-hadist
diatas menjelaskan kepada kita bahwa seseorang tidak akan tersesat selamanya
apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Orang yang tidak berpegang teguh akan keduanya berarti tergolong kepada orang
yang sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan diperintah Allah,
dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada zat yang memerintahkan
kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.
B.
PERDEBATAN
SEPUTAR KEHUJJAHAN HADIST.
1.
Gerakan Ingkar
Sunnah
Dewasa
ini banyak orang atau golongan yang bermunculan yang berupaya mendasari sumber
ajaran Islam itu semata-mata hanya kepada Al-qur’an. Sedangkan untuk sunnah/
hadist mereka tidak menempatkanya sebagai sumber ajaran agama Islam. Karena
menurut mereka sunnah baru ada setelah 200 tahun sesudah Nabi wafat.
Orang-orang
atau golongan ini terkenal dengan istilah ingkar sunnah, yaitu suatu paham yang
timbul dari sebagian kecil kaum muslimin. Secara umum mereka melakukan ini
hanya untuk mencari kepopuleran dalam masyarakat Islam.
Aliran-aliran
ingkar sunnah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Ingkar
sunnah mutlaq, yaitu mengingkari sunnah secara seluruhnya.
b. Ingkar
sunnah Ba’dh As-sunnah, yaitu mengingkari sebagian dari sunnah.
c. Ingkar
sunnah Bigharit Tariqi, yaitu mengingkari sunnah yang sanadnya tidak memenuhi
dengan syarat-syarat yang mereka gariskan.
Pada
umumnya alasan-alasan para pengingkar sunnah adalah sebagai berikut:
a. Menurut
mereka, tugas Rasull adalah menyampaikan isi kandungan Al-qur’an/ wahyu dari
Allah SWT yang telah diturunkan kepadanya, bukan menerangkan ayat-ayat
Al-qur’an yang akan menimbulkan hukum-hukum baru.
b. Menurut
mereka Al-qur’an adalah firman yang telah lengkap isinya dan tidak diragukan
lagi kandunganya, yang juga terdapat keterangan ayat yang kurang jelas, maka
tidak dibutuhkan lagi sunnah untuk memperjelasnya.
Ditambah lagi,
mereka menjadikan ayat-ayat berikut sebagai alasan keingkaran terhadap sunnah:
-
“..............Allah
telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar
perkataannya dari pada Allah ?” (QS. An-Nisa’:
122)
-
“...............Tiadalah
Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.”(QS. Al-A’am:
38)
-
“...................Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS. An-Nahl: 89)
Dr. Ahmad Zaki dalam bukunya “Tsaurah Al Islam”
mengatakan bahwa, hadist itu adalah suatu kedustaan, terutama bagi perawi-pewrawinya.
Karena hadist itu adalah hal yang dibuat-buat oleh manusia setelah 200 tahun
kematian Nabi.
Ahmad Dien
adalah seorang guru disekolah Islam Amritsan, dia memiliki pemikiran yang
sangat cemerlang dalam mengkaji agama. Namun, ia hanya merujuk pada Al-qur’an
semata sebagai satu-satunya dasar ajaran
agama Islam. Baginya hadist bukanlah hujjah dalam agama, karna itu umat tidak
boleh berpegang pada sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam.
Sedangkan
menurut Ahmad khan, salah satu ahli Qur’an, menyatakan bahwa para ulama sangat
ceroboh dan salah dalam penyaringan terhadap sanad dan matan hadist. Hadist
yang dapat dijadikan sebagi hujjah adalah hadist yang diriwayatkan secara
mutawatir, yang harus ada kesaksian bahwa kata-kata dalam riwayat yang
mengandung kebenaran dan kepastian dari Rasull. Selain hadist yang dapat
memenuhi syarat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
2.
Pembelaan
Terhadap Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
Menurut Imam
malik ibn Anas, Al-qur’an itu adalah pokok hukum syari’at, pegangan umat Islam
yang secara rinci menerima penjelasan dari sunnah. Al-qur’an menjelaskan syar’i
secara kulit, sedangkan sunnah menjelaskan hukum-hukumnya secara terperinci.
Kita memerlukan sunnah bukan karena dia adalah sebagi sumber hukum kedua, tapi karena
dia menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an yang mujmal.
Imam Syafi’i
memandang Al-qur’an dan sunnah berada dalam satu martabat, bahkan baginya hanya
keduanyalah yang menjadi sumber hukum Islam. Ia dengan tegas membantah kaum
khawarij yang menolak kehujjahan sunnah. Sedangkan pandanganya terhadap hadist
ahad, ia menyatakan bahwa hadist ini tidak bisa dijadikan hujjah.
Menurut Imam
Hambali, barang siapa menolak hadist maka ia itu telah berada diatas jurang
kehancuran. Ia mengatakan lagi bahwa:
-
Rasulullah SAW adalah penafsir
Al-qur’an, tidak boleh seorangpun menafsirkan Al-qur’an tanpa sunnah rasulullah
SAW.
-
Tafsir sahabat harus kita terima dalam
menafsirkan Al-quran apabila tidak menemukan dalam sunnah, karena sahabat lebih
memahami sunnah Nabi terutama tentang nuzulul Qur’an dan penjelasanya.
C.
HUBUNGAN
DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN.
Al-qur’an
dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara
yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an sebagai sumber
ajaran utama yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum. Oleh karena itu,
kehadiran hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi Al-qur’an tersebut. Sesuai firman Allah SWT:

Artinya:
“Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl:44)
Allah SWT menurunkan Al-qur’an agar
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasull dperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajaranya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Penjelasan
atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam,
diantaranya:
Abdul Halim
Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah Fi Makanatiha Wa Fi Tarikhiha menulis bahwa sunnah
mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan
pembinaan hukum syara’. Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa, dalam kaitannya
dengan Al-Qur’an, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak di perselisihkan, yaitu sebagai
bayan Ta’kid dan bayan Tafsir.
Imam malik bin Annas, menyebutkan ada
lima macam fungsi hadist terhadapm Al-qur’an, yaitu: Bayan Al-Taqrir, Bayan Al-Tafsir,
Bayan Al-Tafshil, Bayan Al-Ba’ts, Bayan Al-Tasyri’. Sedangkan imam Syafi’i
menyebutkan ada lima fungsi yaitu: Bayan Al-Tafshil, Bayan At-Takhshish, Bayan Al-Ta’yin,
Bayan Al-Tasyri’, Bayan Al-Nasakh.
1.
Bayan Al-Taqrir.
Yang dimagsud
dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan
dalam Al-qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan
Al-qur’an. Contoh :
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan,
maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR.
Muslim)
Hadist ini mentaqrirkan
surah Al-baqarah: 185
Artinya: “..................... Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,...................” (QS.
Al-Baqarah:185)
2.
Bayan Al-Tafsir.
Yang dimagsud
bayan al-Tafsir adalah hadist berfungsi untuk memberi penjelasan secara rinci
terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan
batasan(taqyid) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan(takhsish) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat umum.
a. Menjelaskan
secara rinci terhadap ayat Al-qur’an:
“Shalatlah
sebagaimana engkau melihat aku shalat” (HR. Bukhari)
Hadist ini
menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-qur’an tidak
menjelaskan secara rinci tentang mendirikan shalat. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah:

“Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”(Al-Baqarah:43)
b. Memberi
batasan terhadap ayat Al-qur’an:
“Rasulullah
SAW didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan
pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadist ini menberi batasan
terhadap ayat:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah:38)
c.
Mengkhususkan keumuman ayat Al-qur’an:
“Kami kelompok para nabi tidak meninggalkan harta
waris, apa yang kami tinggalkan adalah sebagai sedekah.
Hadis ini mengkhususkan Ayat:
“Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ..................” (QS.
An-Nisa’: 11)
DAFTAR PUSTAKA
-Suparta
Munzier, 2002,
Ilmu Hadis, Edisi Pertama, Cetakan
Ketiga, PT Raja Grafindo Persada, Kelapa Gading Permai, Jakarta
-Majid
Khon Abdul, 2008, Ulumu Hadis, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, PT
Amzah, Jakarta
-Djunied
Daniel, 2002, Paradigma Baru Studi
Ilmu Hadis; Rekontruksi Fiqh Al-Hadis, Cetakan Pertama, PT Citra Karya,
Banda Aceh
-Rahman
Zufran, 1995, Kajian Sunnah Nabi SAW
Sebagai Sumber Hukum Islam, cetakan pertama, PT Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta
pusat
- http://tatangjm.wordpress.com/fungsi-hadits-terhadap-al-qur’an/
Otoritas Hadist sebagai sumber ajaran Islam; daLil Kehujjahan Hadist, Perdebatan seputar Kehujjahan Hadist, Hubungan dan Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an
1 komentar:
terima kasih artikelnya..
bisnis tiket pesawat mantap www.kiostiket.com
Posting Komentar