Friday, May 18, 2012

Fana dan Baqa dalama Kajian Tasawuf




A.    Pengertian Fana Dan Baqa.

Dari segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.
Menurut istilah Fana artinya hilang atau hancur. Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Yang dimagsud dengan menghancurkan diri adalah menghancurkan hawa nafsu, atau kesenangan material duniawi.  Sedangkan Baqa  artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi untuk mencapai ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut Al Fana yang diiringi oleh Al baqa.
Dalam Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa Fana adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan sifat-sifat yang terpuji. Barang siapa yang menghilangkan sifat tercela maka timbullah sifat yang terpuji. Jika sifat tercela menguasai diri maka tertutuplah sifat yang terpuji bagi seseorang.
Pengertian Fana dan Baqa menurut beberapa orang Tokoh
1.                        Al-Qusyairi
Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji.
2.                        Junaid al-Baghdadi
Tauhid bisa dicapai dengan membuat diri Fana dari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, sehingga keinginannya dikendalikan oleh Allah.


3.  Ibnu Al Farabi
Fana dalam pengertian mistik adalah hilangnya ketidaktahuan dan Baqa pengetahuan yang pasti/ sejati yang diperoleh dengan intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
Fana dalam pengertian metafisika adalah hilangnya bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlanjutnya substansi universal yang tunggal. Hal ini ia simpulkan dengan hilangnya sesuatu bentuk pada saat Tuhan memanifestasikan (tajalli) diri-Nya dalam bentuk lain.
4. Abu Bakar M. Kalabadzi
Fana adalah suatu keadaan yang di dalamnya seluruh hasrat atau keinginan luruh dan hancur darinya, sehingga para Sufi tidak mengalami perasaan apa-apa, dan kehilangan kemampuan membedakan. Dia telah luruh dari segala sesuatu, dan sepenuhnya terserap pada suatu yang menyebabkan dia luruh. Baqa mengandung arti bahwa para Sufi itu meluruh dari sesuatu yang menjadi miliknya.

B.  Faham antara Fana seiring dengan Baqa.
Proses penghancuran diri (Fana)  tidak dapat dipisahkan dari Baqa (tetap, terus hidup), maksudnya adalah apabila proses penghilangan suatu sifat (Maksiat) dari dalam sifat manusia , maka yang muncul kemudian adalah sifat yang lainya (Taqwa) yang ada pada manusia.

C.  Tujuan dan kedudukan Fana dan Baqa.
Tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, karena hal yang demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.

D.  Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa.
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid al-Bustami disebut-sebut sebagai Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa. Nama kecilnya adalah Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam kalangan  kaum Sufi. Sebagai paham Abu Yazid yang dapat dianggap sebagai timbulnya Fana dan Baqa adalah:
“Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu padanya melalui dirinya, maka aku pun hidup”
Abu Yazid adalah salah satu tokoh sufi yang telah melewati ma’rifah melalui Fana dan Baqa.

E.     Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an.
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al-Kahfi :110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah SWT. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini:

  
Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (Q. S. Ar-Rahman: 26-27)

F. Kesimpulan.
Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Secara singkat, Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami.

DAFTAR PUSTAKA



Prof. Drs. H. Nata Abuddin, M.A., Akhlak Tasawuf, Jakarta, 2008, Pt. Garafindo Persada.

Elfalasy88’s Weblog.htm



No comments: