Pengantar Manajemen
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam islam ada beberapa yang sangat di anjurkan
kepada kita salah satunya mengatur waktu, malaksanakan pekerjaan yang bisa bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun
orang lain. Begitu juga dengan kejujuran sangat di anjurkan kepada kita supaya
kita selalu berlaku jujur dimana pun kita berada.
Islam
selalu mengajarkan kita supaya kita berlaku jujur, selalu tepat waktu dalam
melakkukan suatu pekerjaan, dan selalu bekerja hanya karena mengharap keridhoan
dari Allah SWT.
Didalam
kita mengatur waktu ada beberapa hal yang harus kita terapkan salah satunya
mengetahui apa yang akan kita lakukan, sehingga waktu yang kita gunakan tidak
sia-sia. Mengisi waktu kosong dengan hal yang bermanfaat dan selalu mengoreksi
diri setelah melakukan suatu kegiatan. Waktu bisa menyelamatkan manusia yang
menggunakannyan hanya untuk hal-hal yang berguna dan juga untuk kebajikan, dan
sebaliknya juga begitu waktu pula yang menggelincirkan manusia manakala ia
menggunakannya untuk keburukan. Waktu juga lah yang selalu mengingatkan kita
agar jangan sampai menyia-nyiakannya dan jangan lupa akan hal yang akan kita
lakukan atau kerjakan.
Bekerja
dalam islam merupakan suatu ibadah yang seharusnya dalam melaksanakannya harus
dengan hati yang ikhlas. Dan dalam bekerja sangat di butuhkan kejujuran yang
seharusnya tercipta di antara kita bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
v Disiplin
Waktu
Setiap bangsa memiliki falsafahnya
sendiri tentang waktu. Bangsa Arab misalnya, mempunyai falsafah “al waqtu
kash shoif” (waktu ibarat pedang). Maksudnya, kalau kita pandai menggunakan
pedang, maka pedang itu akan menjadi alat yang bermanfaat. Tapi kalau tidak
bisa menggunakannya, maka bisa-bisa kita sendiri akan celaka. Begitu juga
dengan waktu, kalau kita pandai memanfaatkannya maka kita akan menjadi orang
yang sukses. Tapi kalau tidak, maka kita sendiri yang akan tergilas oleh waktu. Sementara orang barat, mempunyai
falsafah: “time is money”, waktu adalah uang. Faham ini sangat
materialisme. Kesuksesan, kesenangan, kebahagiaan, kehormatan, semuanya diukur
dengan materi. Maka mereka akan merasa rugi jika ada sedikit saja waktu yang
berlalu tanpa menghasilkan uang. Uang menjadi tujuan hidupnya.[1]
Maka itu akan
menggugah niat baik tanpa ada kesalahan, dengan bantuan Allah, atur seluruh
waktu dan pergunakanlah untuk sesuatu yang layak pada saat memusatkan diri pada
Allah.[2]
a) Pengertian waktu dalam Islam
Dalam ajaran Islam kita sudah tahu
pepatah arab yang mengatakan bahwa “ Waktu itu Ibarat Pedang”. Waktu itu
merupakan suatu yang tidak bisa di undur dan tidak bisa untuk di majukan. Dalam
islam banyak dijelaskan tentang-tentang ayat-ayat yang mengenai waktu
sebagaiman ayat di bawah ini :
Di dalam
kamus Bahasa Indonesia waktu memiliki arti sendiri yaitu : waktu adalah
sekalian rentetan saat telah lampau, sekarang dan yang akan datang.[3]
Dalam Kamus
Besar Bahasa indonesia paling tidak terdapat empat arti kata “waktu”:
(1) seluruh rangkaian saat, yang telah
berlalu, sekarang, dan yang akan datang;
(2) saat tertentu untuk menyelesaikan sesuatu;
(3) kesempatan, tempo, atau peluang;
(4) ketika, atau saat terjadinya sesuatu.
Al-Quran
menggunakan beberapa kata untuk menunjukkan makna-makna di atas, seperti:
a. Ajal, untuk menunjukkan waktu
berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia atau masyarakat. Setiap
umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia (QS Yunus [10]: 49)
1) Surat
yunus : Ayat 49
@è% Hw à7Î=øBr& ÓŤøÿuZÏ9 #uŽŸÑ Ÿwur $·èøÿtR žwÎ) $tB uä!$x© ª!$# 3 Èe@ä3Ï9 >p¨Bé& î@y_r& 4 #sŒÎ) uä!%y` óOßgè=y_r& Ÿxsù tbrãÏ‚ø«tFó¡tƒ Zptã$y™ ( Ÿwur tbqãBωø)tFó¡o„ ÇÍÒÈ
Artinya:
49.Katakanlah: "Aku
tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada
diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai
ajal. apabila Telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).
Demikian juga
berakhirnya kontrak perjanjian kerja antara Nabi Syuaib dan Nabi Musa, Al-Quran
mengatakan: Dia berkata, “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja
dan kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas yang kita ucapkan” (QS
Al-Qashash [28]: 28).
2)
Al-Qashash : Ayat 28
ttA$s% šÏ9ºsŒ ÓÍ_øŠt y7uZ÷tur ( $yJƒr& Èû÷,s#y_F{$# àMø‹ŸÒs% Ÿxsù šcºurô‰ãã ¥’n?tã ( ª!$#ur 4’n?tã $tB ãAqà)tR ×@‹Å2ur ÇËÑÈ
Artinya :
Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian)
antara Aku dan kamu. mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu Aku
sempurnakan, Maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). dan Allah
adalah saksi atas apa yang kita ucapkan".
b. Dahr digunakan untuk saat
berkepanjangan yang dilalui alam raya dalam kehidupan dunia ini, yaitu sejak
diciptakan-Nya sampai punahnya alam sementara ini.
Bukankah telah pernah datang
(terjadi) kepada manusia satu dahr (waktu) sedangkan ia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut (karena belum ada di alam ini?) (QS
Al-insan [76]: 1).
1)
Al-Insan: Ayat 1
ö@yd 4’tAr& ’n?tã Ç`»|¡SM}$# ×ûüÏm z`ÏiB Ì÷d¤$!$# öNs9 `ä3tƒ $\«ø‹x© #·‘qä.õ‹¨B ÇÊÈ
Artinya :
Bukankah Telah datang atas
manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu
yang dapat disebut?
Dan mereka berkata, “Kehidupan
ini tidak lain saat kita berada di dunia, kita mati dan kita hidup, dan tidak
ada yang membinasakan (mematikan) kita kecuali dahr (perjalanan waktu yang
dilalui oleh alam)” (QS Al-Jatsiyah [45]: 24).
1)
Al-Jatsiyah : Ayat 24
(#qä9$s%ur $tB }‘Ïd žwÎ) $uZè?$uŠym $u‹÷R‘‰9$# ßNqßJtR $u‹øtwUur $tBur !$uZä3Î=ökç‰ žwÎ) ã÷d¤$!$# 4 $tBur Mçlm; y7Ï9ºx‹Î ô`ÏB AOù=Ïæ ( ÷bÎ) öLèe žwÎ) tbq‘ZÝàtƒ ÇËÍÈ
Artinya :
Dan mereka berkata:
"Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan
kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah
menduga-duga saja.
c. Waqt digunakan dalam arti
batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa. Karena
itu, sering kali Al-Quran menggunakannya dalam konteks kadar tertentu dari satu
masa. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban kepada orang-orang Mukmin yang
tertentu waktu-waktunya (QS Al-Nisa’ [4]: 103).
1)
An-Nisa’ : Ayat 103
#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNà6ÎqãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. ’n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
Artinya :
Maka apabila kamu Telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
d. ‘Ashr, kata ini biasa
diartikan “waktu menjelang terbenammya matahari”, tetapi juga dapat diartikan
sebagai “masa” secara mutlak. Makna terakhir ini diambil berdasarkan asumsi
bahwa ‘ashr merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Kata ‘ashr
sendiri bermakna “perasan”, seakan-akan masa harus digunakan oleh manusia untuk
memeras pikiran dan keringatnya, dan hal ini hendaknya dilakukan kapan saja
sepanjang masa.
Dari
kata-kata di atas, dapat ditarik beberapa kesan tentang pandangan Al-Quran
mengenai waktu (dalam pengertian-pengertian bahasa indonesia), yaitu:
a. Kata ajal memberi kesan bahwa segala sesuatu
ada batas waktu berakhirnya, sehingga tidak ada yang langgeng dan abadi kecuali
Allah Swt. sendiri.
b. Kata dahr memberi kesan bahwa
segala sesuatu pernah tiada, dan bahwa keberadaannya menjadikan ia terikat oleh
waktu (dahr).
c. Kata waqt digunakan dalam konteks yang
berbeda-beda, dan diartikan sebagai batas akhir suatu kesempatan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Arti ini tecermin dari waktu-waktu shalat yang memberi
kesan tentang keharusan adanya pembagian teknis mengenai masa yang dialami
(seperti detik, menit, jam, hari, minggu, Bulan, tahun, dan seterusnya), dan
sekaligus keharusan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu-waktu tersebut,
dan bukannya membiarkannya berlalu hampa.
d. Kata ‘ashr memberi kesan bahwa saat-saat yang
dialami oleh manusia harus diisi dengan kerja memeras keringat dan pikiran.[4]
b)
Mengatur
Waktu dalam Islam
sering kali
kita temui masih banyak orang yang masih belum dapat mengatur waktu dengan cara
efisien sehingga mereka kesulitan dalam megatur jadwal yang tentunya sangat
penuh dengan aktivitas dan juga kegiatan-kegiatan lainnya.
Masalah yang
muncul dalam mengatur waktu adalah jika setiap hari kita memiliki kegiatan dan
sulit untuk dikontrol, maka masalah akan muncul. Masalah yang muncul tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perencanaan yang tidak terorganisasi,
tidak jelas, melenceng, tidak konsisten, tidak ada tujuan, dan kurang efektif
dalam menggunakan waktu. Akan sangat membantu jika kita menuliskan beberapa
masalah yang muncul dalam pengaturan waktu.[5]
Ada beberapa
tips atau strategi yang dapat membantu kita dalam mengatur waktunya agar lebih
berhasil dalam belajar dan beraktivitas
1.
Perhatikan kapan waktu luang yang
dimiliki. Waktu luang yang dimaksud adalah waktu yang membebaskan kita dari
segala aktivitas, kursus atau kegiatan lainnya.
2.
Tahu
dan taat peraturan.
3.
Adanya
rencana sehingga waktu tidak sia-sia. Karena di akhirat nanti akan di
pertanyakan tentang waktu yang kita lalui di dalam kehidupan dunia.[6]
4.
Perhatikan kondisi kita yang paling fit
untuk melakukan aktivitas.
5.
Buatlah jadwal untuk mengatur waktu baik itu waktu belajar dan juga
akitivitas lainnnya yang
akan dilakukan. Jagalah motivasi belajar dengan cara membuat target.
6.
Perhatikan kondisi tubuh. Kesehatan
adalah segalanya. Karena itu, dalam membuat jadwal masukkan juga waktu istirahat.[7]
7.
Jangan
terlalu lalai dengan waktu yang tersedia.
9.
Buatlah waktu untuk membaca materi
pelajaran yang bermanfaat.
Hal tersebut akan membantu ingatan jangka panjang.
10.
Setelah melakukan semua kegitan, maka
sisakan waktu lima menit untuk mengevaluasi kegiatan Anda. Apakah sudah
dijalankan sesuai jadwal atau sebaliknya.
11.
Isi
waktu kosong dengan kegiatan yang bermanfaat.
12.
Menggunakan
satu waktu untuk banyak kegiatan.
13.
Memilih
waktu yang memiliki keutamaan. Misalnya waktu ibadah yang sangat banyak
pahalanya seperti di bulan Ramadhan .
14.
Membagi
waktunya dalam berbagai kegiatan.
15.
Ambil
waktu istirahat untuk mengambil atau memulihkan tenaga.
16.
Mengerjakan
pekerjaan tepat pada waktunya.
17.
Memilih
amalan dan kegiatan yang bermanfaat bagi orang banyak.
18.
Menggunakan Waktu Yang Tersedia Untuk Menyelesaikan
Sebuah Program.
c) Tujuan Waktu dalam
Islam
1. Tujuan
Waktu
Agar
setiap manusia tidak menghabiskan waktunya dalam kerugian, kecuali bagi mereka yang
memiliki kemampuan memanfaatkan waktu untuk itu ada empat perkara:
·
Pertama, orang yang
pasti beruntung : Orang yang setiap hari bertambah kekuatan iman dan
keyakinannya terhadap kebenaran.
Seseorang
yang tidak mengerti ama, linan, maka hidupnya benar-benar akan sia-sia.
·
Kedua : Ciri orang yang
beruntung adalah mereka yang dapat memanfaatkan setiap waktunya menjadi amal
shaleh.
·
Ketiga : Orang yang
mendakwahkan kebenaran, Orang yang akan beruntung kalau dia menjadi contoh
kebaikan. Orang yang meniru kebaikan kita, akan menerima pahala yang juga
mengalir untuk kita.
·
Orang yang yakin bahwa
setiap waktu yang dia jalani akan banyak menghadapi cobaan-cobaan, akan
memiliki kesabaran dalam menegakkan kebenaran mereka. [9]
Dalam
buku karangan Abdullah Gymnastiar tujuan waktu itu ialah:
·
Waktulah yang bisa
menyelamatkan, bagi manusia yang menggunakannya untuk hal kebajikan dan waktu
pula yang menggelincirkan manusia manakala ia menggunakannya untuk keburukan.
·
Waktu itu mengingatkan
kita agar jangan sia-sia atau jangan sampai lupa akan hal yang ingin kita
kerjakan.[10]
v
Disiplin
Kerja
a) Pengertian Kerja dalam Islam
Pengertian
kerja dalam Islam dapat dibagi dalam dua bagian.
·
Pertama, kerja dalam arti luas (umum), yakni semua
bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi atau
nonmateri, intelektual atau fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah
keduniaan atau keakhiratan. Jadi dalam pandangan Islam pengertian kerja sangat
luas, mencakup seluruh pengerahan potensi yang dimiliki oleh manusia.
·
Kedua, kerja dalam arti sempit (khusus), yakni
kerja untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa makanan, pakaian, dan tempat
tinggal (sandang, pangan dan papan) yang merupakan kewajiban bagi setiap orang
yang harus ditunaikannya, untuk menentukan tingkatan derajatnya, baik di mata
manusia, maupun dimata Allah SWT.
Dalam melakukan setiap
pekerjaan, aspek etika merupakan hal mendasar yang harus selalu diperhatikan.
Seperti bekerja dengan baik, didasari iman dan taqwa, sikap baik budi, jujur
dan amanah, kuat, kesesuaian upah, tidak menipu, tidak merampas, tidak
mengabaikan sesuatu, tidak semena–mena (proporsional), ahli dan
professional, serta tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum
Allah atau syariat Islam (al-Quran dan Hadits).
b) Bekerja Dalam islam
Ø Pertama,
melakukan pekerjaan dengan baik.
Di
dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
"Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.
Al-Mu'minuun [23] : 51).
1) Al-Mu’minun
: Ayat 51
$pkš‰r'¯»tƒ ã@ß™”9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh‹©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur $·sÎ=»|¹ ( ’ÎoTÎ) $yJÎ tbqè=yJ÷ès? ×LìÎ=tæ ÇÎÊÈ
Artinya:
51. Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang
baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Dalam Hadits
Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya
Allah mencintai salah seorang di antara kamu yang melakukan suatu pekerjaan
dengan baik (ketekunan)." (HR. Al Baihaqi).
Dalam
memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas, Rasulullah saw melakukannya
secara selektif, di antaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan, dan
kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak mereka agar tekun
dalammenunaikan pekerjaan.
Ø Kedua,
takwa dalam melakukan pekerjaan.
Al-Quran
banyak sekali mengajarkan kita agar takwa dalam setiap perkara dan pekerjaan.
Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orang-orang mukmin dengan nada panggilan
seperti "wahai orang-orang yang beriman," biasanya diikuti oleh ayat
yang berorientasi pada kerja dengan muatan ketakwaan. Sebagai mana Firman Allah :
Al-Baqarah :
Ayat 197
kptø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù ÆÎgŠÏù ¢kptø:$# Ÿxsù y]sùu‘ Ÿwur šXqÝ¡èù Ÿwur tA#y‰Å_ ’Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz çmôJn=÷ètƒ ª!$# 3 (#rߊ¨rt“s?ur cÎ*sù uŽöyz ÏŠ#¨“9$# 3“uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur ’Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
Artinya :
"keluarkanlah
sebahagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu." "Janganlah
kamu ikuti/rusak sedekah-sedekah (yang telah kamu keluarkan) dengan
olokan-olokan dan kata-kata yang menyakitkan." "Wahai orang-orang
yang beriman, bertakwlah kamu kepada Allah. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal." (QS. Al-Baqarah [2] : 197).
Al-A’raf : Ayat 26
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ô‰s% $uZø9t“Rr& öä3ø‹n=tæ $U™$t7Ï9 “Í‘ºuqムöNä3Ï?ºuäöqy™ $W±„Í‘ur ( â¨$t7Ï9ur 3“uqø)G9$# y7Ï9ºsŒ ׎öyz 4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# óOßg¯=yès9 tbrã©.¤‹tƒ ÇËÏÈ
Artinya :
Hai anak Adam, Sesungguhnya
kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah
untuk perhiasan. dan Pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian
itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka
selalu ingat. (TQS. Al-A'raf [7] : 26).
Kerja
mempunyai etika yang harus selalu diikutsertakan didalamnya, oleh karena kerja
merupakan bukti adanya iman dan
parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan
tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka
lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, karena tujuan
utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat
kepada umat. Etika bekerja yang disertai dengan ketakwaan merupakan tuntunan
Islam.
Ø
Ketiga, adanya sikap baik budi, jujur
dan amanah, kesesuaian upah, tidak menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan
semena-mena.
Pekerja
harus memiliki komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan
kewajiban yang telah di tentukan Allah, seperti bersungguh-sungguh dalam
bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu, mereka harus mengembangkan
etika yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu tradisi
kerja yang didasarkan pada prinsip agama.
Ø Keempat,
adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung
jawabnya.
Sikap
ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran
ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah
melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal
perbuatannya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau
siksaan di dunia.
Allah SWT
berfirman:
Al-Kahfi : Ayat 2
$VJÍhŠs% u‘É‹ZãŠÏj9 $U™ù't #Y‰ƒÏ‰x© `ÏiB çm÷Rà$©! tÏe±u;ãƒur tûüÏZÏB÷sßJø9$# z`ƒÏ%©!$# šcqè=yJ÷ètƒ ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNßgs9 #·ô_r& $YZ|¡ym ÇËÈ
Artinya :
2. Sebagai bimbingan yang lurus, untuk
memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita
gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa
mereka akan mendapat pembalasan yang baik,
(QS. Al-Kahfi [18] : 2).
Kesadaran
inilah yang menuntut untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh
keridhaan Allah, dan memiliki hubungan yang baik dengan relasinya. Dewasa ini
sikap semacam itu telah banyak dilupakan orang. Hal ini disebabkan karena
lemahnya komitmen terhadap agama dan kurangnya konsistensi terhadap
ajaran–ajarannya. Oleh karenanya, harus diupayakan penanaman ketakwaan
dalam hati dan jiwa manusia.
Ø
Kelima, berusaha dengan cara halal dalam
seluruh jenis pekerjaan.
Rasulullah saw
pernah ditanya tentang pekerjaan yang paling utama. Beliau menjawab :
"Jual beli yang baik dan pekerjaan
seorang laki-laki
dengan tangannya sendiri ". (H.R Abu Ya'la).
Selanjutnya
Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya
Allah adalah Dzat Yang Baik, mencintai yang baik, dan tidak menerima (sesuatu)
kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang orang mukmin sesuatu yang diperintahkan
kepada para utusan-Nya." (H.R Muslim dan Tirmidzi).
Ø
Keenam, dilarang memaksakan (memforsir)
seseorang,
Semua harus
dipekerjakan secara proporsional dan wajar, misalnya tidak boleh mempekerjakan
buruh atau hewan secara zhalim. Termasuk didalamnya penggunaan alat produksi secara terus menerus.
Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas
dirimu."
Ø Ketujuh,
Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah.
Dalam
bekerja tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti
memeras bahan minuman keras, sebagai pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks
komersial (PSK), Narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan
seperti membunuh orang dan sebagainya.
Rasulullah saw
bersabda :
"Tidak ada
ketaatan terhadap makhluk untuk mendurhakai Sang Pencipta." (HR. Ahmad bin
Hambal dalam Musnad-Nya dan Hakim dalam Al Mustadraknya, kategori hadits
shahih).
Ø Kedelapan,
kuat dan dapat dipercaya (jujur) dalam bekerja.
Baik pekerja
pemerintah, swasta, bekerja pada diri sendiri, ataukah di umara, para hakim,
para wali rakyat, maupun para pekerja biasa, atau para pedagang barang seperti beras; atau para petani dan para pekerja lainnya, mereka juga
harus dapat dipercaya dan kuat, khususnya mereka mandiri dalam kategori
terakhir.
Allah SWT
berfirman :
"Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."
Ø Kesembilan,
bekerja secara profesional (ahli).
Aspek
profesionalisme ini amat penting bagi seorang pekerja. Maksudnya adalah
kemampuan untuk memahami dan melaksankan pekerjaan sesuai dengan prinsipnya
(keahlian). Pekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh sifat amanah, kuat,
berakhlaq dan bertakwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar pekerjaannnya.
Umar ra. sendiri
pernah mempekerjakan orang dan beliau memilih dari mereka orang-orang yang professional
dalam bidangnya. Bahkan Rasulullah saw mengingatkan: "Bila suatu pekerjaan
tidak diserahkan kepada ahlinya, makatunggulah kehancurannya." (al-Hadits).
c)
Ketentuan
Bekerja Dalam Islam
Pekerjaaan
merupakan suatu Ibadah, setiap hari kita melakukan atau melaksanakan pekerjaan.
Ketentuan bekerja dalam islam adalah bekerja dengan baik. Meskipun lamban,
lebih baik dari pada tergesa-gesa dan mengakibatkan kerusakan.
Ø Bekerja
dengan baik adalah hal yang vital dalam kehidupan pekerjaan dan syarat bagi
orang yang menginginkan hari pekerjaannya sesuai dengan harapan.
Dalam
sebuah hadist dikatakan, “Allah telah menetapkan kebaikan (Ihsan) dalam segala
sesuatu. “ Ihsan kebaikan) Ahnya adalah Itgan (Menyempurnakan) dan
Tajwid/Mengerjakan sesuatu dengan baik.
Ø Menyempurnakan
Pekerjaan.
Barang
siapa yang menyempurnakan pekerjaannya dengan sebaiknya dan menyempurnakannya,
maka dari pekerjaannya yang sempurna itu ia akan memetik hasil yang hanya akan
diketauhi oleh orang-orang yang melakukan pekerjaannya dengan baik.
Ø Tidak
tergesa-gesa dalam bekerja jangan tergesa-gesa karena hasil yang ingin dicapai
tidak dapat hasil yang memuaskan.
Manusia
tidak akan ditanya tentang cepatnya pekerjaan tetap mereka ditanya tentang
kebaikan dari pekerjaan itu.[11]
v Disiplin Jujur
a.
Pengertian Jujur Dalam Islam
Pengertian dari beberapa buku:
Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua
orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau
makna dari kata jujur tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali
dan ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar. Berikut saya akan mencoba
memberikan pemahaman sebatas mampu saya tetang makna dari kata jujur ini.
Ø Pengertian
Jujur : adalah, sebuah perbuatan yang tidak disertai dengan unsur keragu-raguan
merupakan sahabat karib keikhlasan. Dalam kejujuran dan keikhlasan sama sekali
tidak ada kecenderungan untuk menyimpang, karena sumber kejujuran dan
keikhlasan adalah kebenaran.[12]
Ø Jujur
merupakan suatu kebenaran, kesetian dan ketulusan hati.[13]
Ø Kejujuran
merupakan bagian dari akhlak seorang muslim, yang menjaga dirinya. Barang siapa
yang berlaku jujur, ia akan selamat didunia dan akhirat. Begitu juga sebaliknya
barang siapa yang melalaikannya niscaya ia akan termpemalukan menjelang ajalnya
tiba, da nmenjadi tanda yang tidak hilang sampai hari kiamat.[14]
Allah
Swt memuji orang-orang jujur dalam memerintahkan orang-orang beriman agar
senantiasa berprilaku demikian, dalam Qs.Attaubah, 119. [15]
At-Taubah : Ayat 119
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB šúüÏ%ω»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.
Ø Jujur
adalah salah satu sifat manusia yang utama dan memilikinya adalah kebajikan,
yang menarik kepercayaan umum dan menjadikan orang-orang yang sesat maupun non
muslim berbondong-bondong manusia lampu islam yang benderang. Sifat ini
menciptakan masyarakat yang damai dan mendorong orang yang terus berjalan di
jalan kejujuran untuk berkembang.[16]
Ø Kata jujur adalah kata yang digunakan
untuk menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu
atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh gambaran
tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang
itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada
orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang
seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Ø Dalam karangan M. Q uraish Shihab
mengatakan bahwa jujur itu adalah bisa juga dikatakan sebagai memberikan
keterangan secara jelas dan benar. [17]
b. Tuntutan Jujur Dalam
Islam
Nabi
menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan dasar akhlak
mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, sebagaimana
dijelaskan oleh Nabi, “Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”
Kebajikan
adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan
berbuat bajik kepada sesama.
Sifat jujur
merupakan tanda sempurnanya keislaman, timbangan keimanan, dan juga tanda
kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Karena itu, orang yang jujur akan
mendapatkan kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya,
seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari
segala keburukan. Kejujuran
senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang
diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi
kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta
membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat
berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan
mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan,
maka akan terhapus keberkahannya.”
Tuntutan Jujur itu
secara umum.
-
Tuntutan
Jujur pada Allah, dengan mngerjakan
semua yang diperintahka-Nya.
-
Tuntutan
Jujur pada pribadi diri sendiri.
-
Tuntutan
jujur pada orang lain.
Seorang yang
beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan kecuali kebaikan.
Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk jujur dan benar,
sebagaimana firman-firman Allah yang berikut.
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB šúüÏ%ω»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.
(Q.S. at-Taubah:119)
Al-Maidah : Ayat 119
tA$s% ª!$# #x‹»yd ãPöqtƒ ßìxÿZtƒ tûüÏ%ω»¢Á9$# öNßgè%ô‰Ï¹ 4 öNçlm; ×M»¨Yy_ “ÌøgrB `ÏB $ygÏFøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Y‰tr& 4 zÓÅ̧‘ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊu‘ur çm÷Ztã 4 y7Ï9ºsŒ ã—öqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÊÒÈ
Artinya :
Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari
yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga
yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya[457]. Itulah keberuntungan yang paling
besar".(Q.S. al-Maidah:119)
Al-Azhab : Ayat 23
z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í‘ (#qè%y‰|¹ $tB (#r߉yg»tã ©!$# Ïmø‹n=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^tƒ ( $tBur (#qä9£‰t WxƒÏ‰ö7s? ÇËÌÈ
Artinya :
Di antara orang-orang mukmin
itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah;
Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang
menunggu- nunggu[1208] dan mereka tidak merobah (janjinya), (Q.S. al-Ahzab:23)
Al-Muhammad : Ayat 2
šúïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#qãZtB#uäur $yJÎ tAÌh“çR 4’n?tã 7‰£JptèC uqèdur ‘,ptø:$# `ÏB öNÍkÍh5§‘ t¤ÿx. öNåk÷]tã öNÍkÌE$t«ÍhŠy™ yxn=ô¹r&ur öNçlm;$t ÇËÈ
Artinya :
Dan orang-orang mukmin dan
beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan
Itulah yang Haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.
(Q.S. Muhammad:21)
Nabi bersabda, “Tinggalkan apa
yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu, sesungguhnya kejujuran,
(mendatangkan) ketenangan dan kebohongan, (mendatangkan) keraguan.[18]
c. Pentingnya Belajar Jujur dalam Islam
Dari pembahasan tentang
tuntuntan jujur tersebut dapat kita ketauhi betapa pentingnya kita belajar
jujur. Karena dengan begitu orang pun akan percaya dan memberikan penghormatan
kepada kita.
Berpegang erat pada
kejujuran dalam segala situasi dan urusan merupakan tonggak utama untuk
menegakkan Moralitas seorang muslim dan sebuah model yang paten untuk sebuah
perilaku mulia. Begitu juga dengan masalah membangun sebuah Masyarakat Islam
harus didasarkan pada upaya memerangi berbagai prasangka yang tidak jelas dan
menjauhkan berbagai bentuk keraguan. Sebab hanya hakikat kebenaran saja yang
berhak berjaya dan menang. Dan hakikat kebenaran itu harus selalu melekat pada
semua bentuk interaksi sosial.[19]
d. Cara Berlaku Jujur
Dalam Islam
Ø Berlaku jujur pada diri sendiri,
Berlaku jujur disini adalah kita selalu jujur terhadap
diri sendiri, seperti:
ü Jujur
dalam ucapan.
ü Jujur
dalam tekad dan memenuhi janji.
ü Jujur
dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah
berbeda antara amal lahir dengan amal batin
ü Jujur
dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana
jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal.
Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau
dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan
kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana
firman Allah,
Al-Hujurat : Ayat 15
$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î ¾Ï&Î!qß™u‘ur §NèO öNs9 (#qç$s?ötƒ (#r߉yg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î óOÎgÅ¡àÿRr&ur ’Îû È@‹Î6y™ «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%ω»¢Á9$# ÇÊÎÈ
Artinya :
15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,
Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. (Q.S.
al-Hujurat:15)[20]
Ø Berlaku jujur terhadap orang lain, jujur dalam artian ini
adalah sama hal nya sebagaimana kita berlaku jujur terhadap diri kita sendiri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Seorang muslim profesional
akan selalu berhati-hati dan memberikan perhatian penuh kepada penggunaan masa.
Dia akan merasa kehilangan sesuatu yang paling berharga, jika dia kehilangan
sepotong kecil dari waktunya tanpa sebuah makna. Selain kehilangan nikmat
terbesar, juga merasa telah menyia- nyiakan hidupnya sendiri. Bukankah hidup
itu hanya sebuah kumpulan detik ? berapa detik lagi jatah hidup kita yang
tersisa ?
Oleh karena itu, marilah
kita selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Karena pepatah arab
mengatakan bahwa waktu itu ibarat pedang, jika kita tidak memanfaatkanya dengan
baik maka kita akan celaka.
Begitu juga dengan kejujuran, sangat si pentingkan dalam
keseharian kita, karna pepatah mengatakan bahwa “ mulut mu adalah harimau mu”.
Jika tidak dijaga maka kita akan celaka juga.
[9]
Abdullah Gymnastiar. Aku Bisa, Manajemen
Qalbu Untuk Melejitkan Potensi, (Bandung: Khas MQ, 2005). Hlm 81-84.
[10] Abdullah
Gymnastiar. Jagalah Hati; Step by Step
Manajemen Qalbu, ( Bandung : Khas MQ, 2005). Hlm 55.
[11]
Musthafa
al-Ghalayani. ABG Should Know; Pesan-Pesan Untuk Remaja, ( Jakarta:
IKAPI,2004). Hlm 168.
[14] Dr. Muhammad
Musa Asy-Syarif. Ibadah Qalbu; Pengaruh
Dalam Kehidupan Kaum Mukmin, (Jakarta: PT Akbar Media Eka Sarana, 2005).
Hlm 170
[15] Surat At-Taubah : 119
[16] Gulam Reza
Sulthani. Hati Yang Bersih Kunci
Ketenangan Jiwa, ( Jakarta: Pustaka Zahra, 2004). Hlm 175
[19]
Gulam Reza Sulthani. Hati Yang Bersih
Kunci Ketenangan Jiwa, ( Jakarta: Pustaka Zahra, 2004). Hlm 65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar