PENGARUH SOSIAL DALAM PROSES DAKWAH
PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya, Iptek acap kali
berbenturan atau dibenturkan dengan agama yang berakibat pada kegagalannya
dalam misi kemanusian yang dilandasi pada bingkai humanis demokratis dan
berkeadilan. Distorsi ini juga dapat dialami oleh profesi pekerjaan sosial sebagai
aktivitas kemanusiaan yang abai terhadap nilai-nilai keagamaan di satu sisi dan
misi kemanusiaan oleh agama yang tidak
dibingkai oleh keilmuan pada sisi yang lain.
Integrasi antara keduanya dalam praktek pekerjaan sosial merupakan sebuah
keharusan sebab pendekatan moderen dan agama dalam praktek pekerjaan sosial merupakan
dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan.Dalam pembahasan ini, paling
tidak ada tiga kesimpulan yang dapat di kemukakan:
Pertama, Ambruknya ideologi raksasa seperti
kapitalime yang terbukti dangkal dalam menuntaskan masalah kemanusiaan bahkan
melahirkan berbagai patalogi sosial, memberikan peluang sekaligus tantangan
bagi pendekatan keagaman dalam wacana keilmuan terutama pekerjaan sosial untuk
dapat memberikan jalan alternative terhadap kemajuan peradaban dalam bingkai
nilai-nilai universal religius yang humanis, demokratis dan berkeadilan.
Kedua, Konsekwensi pemahaman keagaman yang
kaku dan tidak bersifat scientific
justru akan memunculkan berbagai stigmatisasi negative terhadap peran penting
agama dalam relasi kemanusiaan sesuai mandat pekerjaan sosial. Stigmatisasi
tersebut berpandangan bahwa agama adalah dogmatism,
rigidity dan gender bias,
excessive self-blaming, Fatalistik dan status quo serta dianggap tidak peduli dengan urusan kekinian
di dunia.
Ketiga, Bahwa baik pendekatan keagamaan
maupun moderen yang tidak diintegrasikan, dapat menuai kegagalan dalam praktek
pekerjaan sosial. Dengan kata lain, baik Pengetahuan rasionalis (bi-logical) dan spiritual serta
pendekatan keagamaan yang tercerai berai dan cenderung saling mengalienas
sama-sama berpotensi untuk gagal.
Apa itu Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama.
Sejak kelahirannya sekitar 1800-an.[1]
Purifikasi peksos terus berlanjut sejalan dengan tuntutan perubahan dan
aspirasi masyarakat. Namun demikian, seperti halnya profesi lain (Guru, Dosen, Dokter), fondasi
dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan.
Pekerjaan sosial berbeda dengan profesi lain, semisal psikolog, dokter atau
psikiater. Dalam praktek kerjanya dia senantiasa harus melibatkan aspek-aspek
diluar klien dalam penyelesaian masalahnya. Artinya, bahwa mandat utama pekerja
sosial adalah memberikan pelayanan sosial baik kepada individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat yang membutuhkannya
sesuai dengan nilai-nilai, pengetahuan dan ketrampilan professional
pekerjaan sosial.
Selain itu, pekerjaan sosial juga merupakan aktivitas professional untuk
menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki
kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi
masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan dimaksud. Sebagai suatu
aktivitas professional, pekerjaan sosial dilandasi dengan vondamen utama
berupa; kerangka pengetahuan, kerangka keahlian dan kerangka nilai.
Dalam konferensi internasional di Montreal Kanada, juli 2000, IFSW
mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai Profesi yang mendorong pemecahan
masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan. Perubahan sosial,
pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan
teori-teori perilaku manusia dan sistem-sistem
sosial. Pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik dimana orang berinteraksi
dan keadilan sosial merupakan sangat penting bagi pekerjaan sosial.
Agama dan Pekerjaan Sosial
Bahasan ini
sebaiknya diawali dengan pemaparan secara singkat menyangkut
pemahaman-pemahaman Agama dan Pekerjaan sosial sehingga kemudian dapat dengan
mudah menelisik lebih dalam pada aspek-aspek dimana urgensi integrasi antara
pendekatan keagamaan dan pendekatan modern dalam praktek pekerjaan sosial.
Agama dalam konteks ini akan
didefinisihkan secara operasional sehingga dapat dipahami lebih membumi
sedangkan pendekatan modern pekerjaan sosial akan di artikulasikan kedalam
wacana keilmuan modern pekerjaan sosial.
Pemahaman Agama
Suatu definisi yang dapat mewakili secara
keseluruhan tentang agama yang begitu banyak ragam dan jenisnya bukanlah mudah
bahkan mungkin tidak dapat dilakukan. Namun mendefinisikannya haruslah tetap
dilakukan untuk dapat membatasi arah sesuai tujuan pendefinisian dimaksud. Dalam kaitan itu, ada beberapa
pendapat yang akan dikemukakan dalam tulisan ini.
Agama bagi Giddens
(2005)[2] adalah media pengorganisasian
bagi kepercayaan yang tidak sekedar satu arah. Bukan hanya iman dan kekuatan
religius yang menyediakan dukungan yang secara takdir dapat dijadikan sandaran:
Demikian juga para fungsionaris keagamaan. Yang terpenting adalah bahwa
kepercayaan religius biasanya menginjeksikan reliabilitas ke dalam pengalaman pelbagai peristiwa dan
situasi dan dari suatu kerangka
Agama
juga disinonimkan dengan Religion berasal dari kata Latin “religio”,
berarti “tie-up” dalam bahasa
Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The
Sacred Power’.
Secara umum di
Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai,
pengalaman dan yang
terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang
disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam
tradisi.
Berangkat dari
beberapa pemahaman diatas, dapat ditarik beberapa point tentang pengertian
agama bahwa agama adalah kodifikasi
kepercayaan, praktik ibadat, hukum etika, keanggotaan denominasi, eksternal dan memasukkan
spiritualitas di dalamnya. Penegasan yangingin
ditekankan pada pemahaman keagamaan disini adalah bahwa konsekwensi pemahaman
keagaman yang kaku dan tidak bersifat scientific
justru akan memunculkan berbagai stigmatisasi negative terhadap peran penting
agama dalam relasi kemanusiaan sesuai mandat pekerjaan sosial. Stigmatisasi
tersebut berpandangan bahwa agama adalah dogmatism,
rigidity dan gender bias,
excessive self-blaming, Fatalistik dan status quo serta dianggap tidak peduli dengan urusan kekinian
di dunia.
Urgensi psikologi sosial dalam
dakwah
Psikologi sosial merupakan landasan
yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi
manusia sebagai objek dakwah karena psikologi sosial mempelajari tentang
penyesuaian diri manusia yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial.
Manusia secara hakiki merupakan
makhluk sosial, sejak lahir ia memerlukan orang lain untuk memenuhi segala
kebutuhannya. Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah
satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang lain.
Masyarakat merupakan sasaran
dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat dari berbagai segi: segi
sosiologis berupa masyarakat terasing, desa atau kota marginal atau kota besar,
segi structural berupa masyarakat pemerintah dan keluarga. Segi sosio
structural berupa golongan priyai dan santri. Segi tingkat usia, golongan
anak-anak, remaja dan orang tua. Segi okupasional (profesi atau pekerjaan)
petani, pedagang dan pegawai dan sebagainya.
Segi sosial-ekonomis berupa orang
kaya dan orang miskin, segi jenis kelamin, pria dan wanita segi masyarakat
khusus berupa ; tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.
Masyarakat dalam perkembangannya
di pengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:
a. Pengaruh Budaya
Secara umum, kebudayaan meliputi
segala sesuatu yang dihasilkan dari cipta rasa dan karsa manusia yang bersifat
materi (pakaian, Rumah, mobil dan sebagainya) maupun yang bersifat non materil
seperti norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan lain-lain.
Kebudayaan suatu masyarakat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor Geografis : tempat
tinggal suatu masyarakat seperti pendesaan, pegunungan, perkotaan dan
sebagainya.
2. Faktor Keturunan : masyarakat
keturunan adam dan hawa berkembang menjadi miliaran manusia dengan ciri khas
yang berbeda
3. pengaruh dari dunia luar :
perpindahan bangsa ke bangsa lain mengakibatkan budaya asli luntur dan
bercampur.
b. Organisasi Sosial
Organisasi sosial memiliki
pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia sebagai contoh sebuah organisasi
keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan kepercayaan dalam lingkup
yang lebih besar Negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial dimana ia
merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya bersikap dan
berperilaku.
Untuk mencapai keberhasilan dalam
pengembangan dakwah maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Diperlukan dakwah dan strategi
yang jitu, sehingga perubahan yang ada akibat dakwah tidak terjadi secara
frontal, tetapi bertahap sesuai bertahap sesuai fitrah manusia.
2. Dakwah islam seharusnya
dilakukan dengan menyejukkan, mencari titik persamaan bukan perbedaan,
meringankan bukan mempersulit, menggembirakan bukan menakut-nakuti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ilmu tersebut menguraikan
tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi
sosial. psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan
tingkah laku individu-individu dalam hubungan dengan situasi situasi sosial.
2. Psikologi sosial merupakan
landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan
sosialisasi manusia sebagai objek dakwah karena psikologi sosial mempelajari
tentang penyesuaian diri manusia yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
sosial.
DAFTAR PUTAKA
Munzier Suparta dan Harjani
Hefni, Metode Dakwah (jakarta: Prenada Media, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar